Alhasil, saham emiten yang berkontribusi terhadap daring membuatnya dilirik oleh pasar dan bahkan lebih mahal dibandingkan saham konvensional. Alhasil, saham-saham teknologi kini menjadi hype dan melesat kencang, yang biasanya tidak cocok dengan value investor untuk mencari saham dengan harga yang murah ataupun wajar.
Ditambah lagi aksi-aksi korporasi yang kian gencar dilakukan sejumlah perusahaan besar, seperti MNC Group, Grup Salim dan Lippo untuk mengubah pola bisnisnya ke arah digirtal. Tidak hanya itu, perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia alias GoTo juga gencar melakukan akuisisi dan penyuntikkan dana ke emiten-emiten strategis.
Selain swasta, hal yang sama juga terjadi pada perusahaan pelat merah, di mana terjadi penggabungan perbankan syariah yang kini berada di bawah Bank Syariah Indonesia, hingga rencana pembentukan holding ultra mikro oleh Bank Rakyat Indonesia, PMN, dan Pegadaian.
Alhasil, teknik value investing kini kurang diminati. Meski demikian, bukan berarti hal itu akan menghilang sama sekali, buka tidak mungkin value investing akan kembali booming seperti masa-masa sebelum pandemi dimulai. (TYO)