"Secara umum pelemahan nilai tukar Rupiah tetap terkendali, yang bila dibandingkan dengan level akhir Desember 2023 tercatat depresiasi sebesar 4,16 persen, lebih kecil dibandingkan dengan pelemahan Dolar Taiwan, Peso Filipina, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi sebesar 5,58 persen, 5,94 persen, dan 10,47 persen," kata Perry.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, depresiasi rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang negara lain.
"Depresiasi Indonesia itu masih lebih tinggi (baik) dari Korea, Jepang, Turki, dan beberapa negara lain. Kita bicara year to date (ytd). Jadi, tentu ini fenomena global. Kalau fenomena global kan tentu kita harus jaga fundamental ekonomi. Fundamental ekonomi kita relatif kuat dibandingkan negara-negara lain," tutur Airlangga.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal berupa pemangkasa suku bunga The Fed di luar perkiraan pasar.
"The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin seperti yang diharapkan, tetapi mengisyaratkan akan mengambil jalur penurunan suku bunga yang lebih lambat, dengan hanya dua kali penurunan lagi pada tahun 2025," tulis Ibrahim dalam risetnya.