Nilai kontrak itu mencapai USD2,89 miliar. SpaceX mengembangkan beberapa jenis spacecraft untuk transportasi kargo dan awak, di mana kendaraan-kendaraan ini digunakan untuk peluncuran komersial dari klien swasta maupun peluncuran dari lembaga pemerintah AS.
SpaceX pertama kali berhasil mengirimkan pesawat luar angkasa berikut awaknya pada 2019, sebagai pembuktian untuk NASA. Setahun kemudian, NASA mengirimkan dua astronotnya ke ISS (International Space Station) dengan pesawat Dragon.
Penerbangan komersial yang disediakan SpaceX ditujukan untuk astronot profesional, peneliti, ataupun turis untuk wisata luar angkasa. Penumpang akan diterbangkan dengan pesawat Dragon, dengan rute orbit bumi, space station, bulan, dan mars.
Perusahaan ini juga memiliki Rideshare, yakni layanan berbagi muatan untuk pengiriman kargo ke luar angkasa dengan roket SpaceX (Falcon 9). Fungsinya kurang lebih sama seperti ‘menebeng’ dengan mobil orang lain.
Sehingga biaya misi luar angkasa jadi lebih murah dan terjangkau. Layanan ini biasanya digunakan oleh perusahaan dirgantara, universitas-univeritas yang memerlukan penelitian, atau lembaga pemerintah seperti NASA.
Biaya Ridesharing ini diperkirakan mencapai USD300.000, atau setara Rp5 miliaran. Selain mengembangkan roket dan menyediakan misi peluncuran untuk klien swasta dan NASA, SpaceX juga mengembangkan satelit yang kini bernama Starlink.
Starlink kini telah tersedia di Indonesia, diklaim dapat memberikan jaringan internet yang lebih kuat karena langsung terhubung dengan satelit, alih-alih terhubung lewat jaringan serat optik.
Selain itu SpaceX juga mengembangkan Starshield, jaringan satelit yang dikhususkan untuk klien dari lembaga-lembaga pemerintahan. Berbanding terbalik dari Starlink yang ditujukan untuk masyarakat umum.
Saat ini, valuasi SpaceX diperkirakan mencapai USD400 miliar, dengan pendapatan pada 2024 diperkirakan mencapai USD13,1 miliar.
Itulah informasi singkat tentang bisnis SpaceX yang dikabarkan akan IPO.
(Nadya Kurnia)