"Ini kejadian mirip dengan Mitratel. Ini khusus aset fiber. Value-nya jauh lebih signifikan untuk Infranexia, kurang lebih semester II-2026 asetnya akan mencapai Rp150 triliun. Sangat-sangat signifikan dibandingkan spin off (pemisahan bisnis) yang pernah dilakukan Telkom sebelumnya," tuturnya.
Angelo mengungkapkan, saat ini aset fiber perseroan dipakai sepenuhnya dan "terperangkap" oleh Telkom Group. Oleh karena itu, Telkom akan membuka aset fibernya untuk pihak ketiga yang ditargetkan dapat menyumbang 15 persen dari pendapatan fiber perseroan.
"Kita spin off, spirit-nya (semangatnya) seperti Mitratel, kita buka untuk operator lain. Artinya ISP-ISP di Indonesia bisa mengakses," katanya.
Dia mengatakan, Telkom harus bersinergi dengan pihak lain agar bisa maju dan berkembang. Adapun produk-produk Telkom Group yang menggunakan aset fiber akan tetap didukung oleh induk.
Soal kemungkinan Infranexia IPO di Bursa Efek, Angelo enggan mengungkapkannya. Dia mengatakan, setiap aksi korporasi perlu direncanakan secara matang sebelum diumumkan kepada publik.
"Kalau soal corporate action, saya nggak bisa comment," kata Angelo.
(Rahmat Fiansyah)