IDXChannel - Kinerja saham teknologi utama dunia yang jeblok sepanjang tahun lalu diwarnai sejumlah sentimen.
Beberapa saham tekno di Amerika Serikat (AS) seperti Tesla Inc (TSLA), Apple Inc (AAPL), Meta Platforms Inc (META), Netflix Inc (NFLX), Alphabet Inc (GOOGL menjadi penggerak utama Wall Street.
Tak hanya di AS, saham-saham tekno di negara ekonomi terbesar dunia, China, juga menjadi raksasa di market. Beberapa di antaranya adalah Tencent Holdings Limited (TCEHY), Alibaba Group Holding Limited (BABA), JD.com (JD), Baidu Inc (BIDU), Weibo Corp.
Sepanjang 2022, kinerja saham tekno utama dunia ini bisa dikatakan tidak terlalu menggembirakan.
Di AS, Saham teknologi mengalami tahun terburuk mereka. Indeks saham Nasdaq, penentu kinerja saham teknologi, mencatat kinerja tahunan terburuk sejak jatuhnya pasar saham tahun 2008.
Indeks Nasdaq juga mencatatkan kinerja terburuk di antara indeks pasar saham AS lainnya seperti Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500. Kondisi ini disebabkan melonjaknya inflasi mendorong bank sentral AS untuk terus menaikkan suku bunga sepanjang tahun.
Indeks Nasdaq mengakhiri 2022 dengan penurunan paling tajam sebesar 34%, dibandingkan dengan penurunan 20% di S&P 500 dan penurunan 9,4% di Dow Jones.
Kinerja Raksasa Tekno di AS VS China
Saham Tesla jeblok 69,2%, sedangkan Meta nyungsep ke angka 64,45%. Adapun saham Netflix mencapai 50,64%, dan induk Google, Alphabet, anjlok 39,15%. Sementara saham Apple anjlok 28,61%, terendah di antara empat lainnya. (Lihat grafik di bawah ini.)
Saham teknologi berkinerja buruk dalam skenario suku bunga tinggi karena kenaikan suku bunga menggerogoti keuntungan perusahaan teknologi ini.
Bank-bank sentral di seluruh dunia bersama dengan AS telah menaikkan suku bunga untuk melawan lonjakan inflasi. Kondisi ini dimulai saat adanya masalah rantai pasokan terkait pandemi Covid-19 dan krisis energi terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Terlebih, untuk perusahaan teknologi seperti Tesla dan Apple, China dianggap sebagai pasar utama dalam hal produksi dan penjualan.
Perekonomian China juga mengalami tekanan tahun ini karena kebijakan zero Covid-19 dan lockdown yang menyebabkan masalah permintaan dan kekhawatiran di sisi penawaran (supply).
Anjloknya saham Tesla menjadi yang terburuk baik secara tahunan, kuartalan, dan bulanan sepanjang tahun kemarin.
Saham produsen mobil listrik ini telah kehilangan 46% dari valuasinya sejak akhir Oktober tahun lalu setelah CEO Elon Musk menyelesaikan akuisisi platform media sosial Twitter senilai USD44 miliar.
Elon Musk melego sejumlah besar kepemilikannya di Tesla untuk mendanai pengambilalihan Twitter yang menyebabkan turunnya kepercayaan investor. Musk terakhir menjual saham Tesla senilai USD3,6 miliar pada Desember lalu.