IDXChannel – ‘Jamu pahit’ racikan Bank Indonesia (BI) berupa kenaikan suku bunga menjadi 6 persen, pada Kamis (19/10/2023), menekan harga saham otomotif dan properti. Bagaimana prospek kedua sektor tersebut ke depan?
Usai BI mengumumkan kebijakan suku bunga yang di luar ekspektasi pasar, saham emiten komponen otomotif PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA) ditutup ambles 3,86 persen pada Kamis. Harga saham DRMA rebound tipis 0,73 persen pada Jumat (20/10).
Selanjutnya, saham emiten dealer mobil Nasmoco PT Industri dan Perdagangan Binthraco Dharma Tbk (CARS) minus 3,54 persen pada Kamis. Pada Jumat (20/10), hingga penutupan sesi I, saham CARS terkoreksi 1,85 persen.
Di samping DRMA dan CARS, saham otomotif Grup Salim PT Indomobil Sukses Internasional tergerus 2,67 persen pada Kamis dan minus 2,40 persen hingga penutupan sesi I Jumat.
Saham komponen otomotif Grup Astra PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) turun 3,12 persen, saham produsen ban PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) melemah 2,17 persen, dan induk Grup Astra PT Astra International Tbk (ASII) merosot 1,72 persen.
Pada sesi I Jumat, ketiga saham tersebut masih melemah. Saham AUTO terdepresiasi 3,94 persen, GJTL minus 1,48 persen dan ASII negatif 0,44 persen.
Setali tiga uang, saham pengembang properti dan real estat juga terjerembap ke zona merah.
Harga saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) anjlok 5,26 persen, saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) loyo 2,91 persen, dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) tergerus 3,77 persen pada Kamis.
Kemudian, pada Kamis, saham PT Modernland Realty (MDLN) dan PT Surya Semesta Indonusa (SSIA) merosot 1,41 persen dan 5,12 persen. Saham PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dan PT Pakuwon Tbk (PWON) masing-masing terkoreksi 1,16 persen dan 1,43 persen.
Penurunan tersebut masih berlanjut hingga istirahat sesi I Jumat. Saham SMRA minus 0,93 persen, BSDE minus 0,98 persen, MDLN -1,43 persen, ASRI -2,35 persen, PWON -0,97 persen.
Prospek ke Depan
Pengamat pasar saham Michael Yeoh menjelaskan, lazimnya, sektor properti akan mengalami rally (lonjakan harga) usai adanya commodities boom.
Namun, kata Michael, kali ini situasinya sedikit berbeda. “Kenaikan komoditas yang ada terjadi bukan karena permintaan dunia yg meningkat, tapi lebih karena pasokan (supply) yang terganggu. Terlebih oleh perang yang berkelanjutan di Israel,” imbuh Yeoh, saat dihubungi IDXChannel, Jumat (20/10).
Pria yang kerap disapa MY tersebut melanjutkan, sektor properti dan otomotif yang penjualannya sensitif terhadap suku bunga, tentunya akan menjadi sektor yang terkena dampak negatif dari kebijakan BI.
Namun, masih mengutip Michael Yeoh, kenaikan ini memang harus dilakukan karena per kuartal III-2023, tercatat sudah Rp33 tiriliun modal asing yang keluar dari pasar modal RI.
“Hal ini terjadi karena spread [selisih] antara Fed Rate dengan BI Rate tipis. Jalan untuk menaikkan suku bunga ini sudah tepat,” kata Yeoh.
Michael Yeoh kemudian bilang, dengan potensi kenaikan suku bunga yang menyentuh 6 persen, maka sebaiknya sektor properti dan otomotif “dalam jangka pendek-menengah dijauhi terlebih dahulu.”
Namun, ungkap Yeoh, dalam jangka panjang, suku bunga yang tinggi tidak akan bertahan lama.
“Begitu inflasi sudah lebih rendah dari target, dan Fed Rate sudah memangkas suku bunga, sektor inilah yang memiliki peluang besar,” pungkasnya.