IDXChannel - OCBC Sekuritas melihat prospek positif bagi pasar saham Indonesia pada paruh kedua 2025, didukung ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed), stimulus ekonomi dari China, serta meningkatnya belanja pemerintah domestik.
Kondisi ini dinilai akan memperkuat likuiditas, menekan biaya pendanaan, dan mendukung pertumbuhan konsumsi serta investasi.
Menurut catatan OCBC Sekuritas, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan pada kuartal II-2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan 5,1 persen (yoy), lebih tinggi dari kuartal sebelumnya 4,9 persen, sekaligus melampaui ekspektasi konsensus 4,8 persen.
Pendorong utama datang dari lonjakan investasi yang naik 7 persen, didorong belanja mesin, peralatan, dan bangunan. Ekspor juga meningkat tajam 10,7 persen seiring percepatan pengiriman ke AS sebelum tarif Trump baru berlaku.
Namun, OCBC Sekuritas menilai tantangan tetap besar. Konsumsi rumah tangga masih melemah meski stabil di kisaran 5 persen, sementara pemerintah berupaya menjaga daya beli lewat stimulus, seperti diskon PPN untuk sektor transportasi dan pariwisata, serta program padat karya. OCBC memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 hanya 4,7 persen, lebih rendah dari 5 persen pada 2024.
Inflasi mulai merangkak naik, tercatat 2,4 persen pada Juli, terutama karena tekanan harga pangan dan energi. Bank Indonesia (BI) sudah memangkas suku bunga 25 bps ke 5,25 persen dan membuka peluang pemangkasan lanjutan hingga 4,75 persen pada akhir tahun. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan langkah ini ditempuh untuk mendukung kredit dan pertumbuhan di tengah ketidakpastian global.
Di pasar modal, OCBC menargetkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 7.700 pada akhir 2025. Valuasi saham-saham unggulan dinilai masih menarik dengan asumsi pertumbuhan laba 4,5 persen.
OCBC menyoroti tiga sektor yang berpotensi unggul. Sektor perbankan tetap menjadi pilihan utama dengan pertumbuhan kredit solid, margin bunga bersih (NIM) yang terjaga, kualitas aset sehat, dan permodalan kuat. Saham pilihan di sektor ini adalah Bank Central Asia (BBCA), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI).
Sektor kedua adalah multi-sector holdings, yang dinilai diuntungkan oleh diversifikasi usaha, neraca kuat, serta dukungan dari belanja pemerintah dan pelonggaran moneter. OCBC merekomendasikan Astra International (ASII) sebagai saham unggulan.
Sektor ketiga adalah komoditas, yang diperkirakan terdorong oleh kombinasi pemangkasan suku bunga The Fed dan stimulus China, sehingga meningkatkan permintaan global. Pilihan saham di sektor ini adalah Trimegah Bangun Persada (NCKL), Aneka Tambang (ANTM), dan Merdeka Copper Gold (MDKA).
Sektor komoditas menghadapi dinamika beragam. Harga nikel diperkirakan tertekan surplus pasokan, sementara emas diprediksi menguat di atas USD3.200 per troy ons karena lonjakan permintaan aset aman di tengah ketidakpastian geopolitik. Tembaga diperkirakan relatif seimbang dengan permintaan kuat dari energi terbarukan dan teknologi data center. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.