Dia mengungkapkan, penolakan pernah dilakukan pada crypto currency lainnya yaitu Bitcoin yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Bahkan larangan serupa juga dilakukan oleh beberapa negara lainnya. “Dua tahun lalu kita larang Bitcoin, beberapa negara juga melarang,” imbuhnya.
Bukan tanpa alasan, pelarangan crypto currency dinilai terlalu banyak risiko sehingga tidak dapat dilegalkan. "Pertama, karena tidak jelas underlinenya. Kedua, banyak unsur spekulasinya, apalagi jumlahnya semakin lama semakin terbatas," ujarnya.
Namun dia mengakui ada perbedaan antara Bitcoin dengan Libra milik Facebook tersebut. Karena itu, BI tidak ingin gegabah dan masih mempelajari fitur-fitur Libra secara menyeluruh dan mengkaji berbagai perkembangan.
"Libra ini dibackup aset-aset yang high class, seperti emas atau US Treasury dan sebagainya. Kami akan lihat apakah ini sebuah mata uang asing, seperti mata uang asing seperti dolar. Ini masih terus kami cermati karena belum keluar kan. Tapi Posisi BI saat ini, bahwa mata uang yang sah untuk transaksi di dalam negeri adalah rupiah," tandasnya. (*)