IDXChannel – Kontrak berjangka (futures) gandum di AS terpantau melonjak hingga 4 persen melewati USD6,8 per gantang pada awal pekan ini, Senin (17/7/2023).
Kenaikan ini rebound dari level terendah satu bulan di USD6,3 yang sempat terjadi pada 12 Juli lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kenaikan harga gandum terjadi setelah Rusia menolak untuk memperpanjang kesepakatan yang dikenal dengan Black Sea Grain Initiative. Kesepakatan ini menjamin koridor perdagangan yang aman bagi kapal untuk mengekspor biji-bijian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam.
Otoritas Rusia sebelumnya mengisyaratkan bahwa kesepakatan itu tidak akan diperpanjang melewati batas waktu 17 Juli. Langkah ini diambil Rusia karena perlakukan negara Barat yang membatasi aktivitas logistik dan cukup berdampak pada ekspor Rusia.
Ketegangan ini menandai berakhirnya skema selama setahun yang menghubungkan ekspor gandum dari salah satu produsen utama dunia tepat sebelum panen tahun ini.
Sementara itu, USDA merevisi naik prakiraan pasokan dan produksi gandum domestik Amerika Serikat (AS) untuk musim 2023-2024.
AS diperkirakan akan memasok 66,7 juta ton gandum pada tahun pemasaran mendatang, direvisi lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 65,3 juta ton.
Langkah Tegas Rusia
Rusia menolak untuk memperpanjang kesepakatan yang didukung oleh PBB itu. Karena berkat perjanjian ini, Ukraina memungkinkan untuk mengekspor biji-bijian dan bahan makanan lainnya selama perang yang sedang berlangsung.
Dikenal sebagai Black Sea Grain Initiative, kesepakatan yang dicapai Juli tahun lalu itu memungkinkan pengiriman internasional jagung, gandum, jelai, dan produk makanan lainnya dari tiga pelabuhan di Ukraina. Mengingat Pelabuhan ini dijuluki sebagai "keranjang roti Eropa".
Meski tidak sempurna, para ahli mengatakan kesepakatan itu telah membantu mencegah memburuknya kelaparan global dan mencegah lonjakan harga pangan di seluruh dunia.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut kesepakatan itu sebagai "mercusuar harapan" ketika ditandatangani pada musim panas tahun lalu.
Sekarang, keputusan Rusia kembali memicu kekhawatiran pasokan pangan di masa depan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada Senin (17/7/2023) bahwa perjanjian itu tidak lagi berlaku.
Kesepakatan Black Sea Grain Initiative sebetulnya berakhir pada hari Minggu (16/7/2023).
Namun, aporan panggilan telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menengahi kesepakatan itu, menyarankan Putin menerima gagasan perpanjangan.
Meski demikian, Moskow tidak senang dengan kesepakatan itu sejak awal dan mengatakan bahwa mereka gagal memenuhi janji untuk membebaskan ekspor pertanian Rusia yang terkena sanksi Barat.
Meskipun makanan dan pupuk tidak dikenai sanksi, namun Rusia mengatakan pembatasan terkait sanksi pada perbankan, transit kargo, dan asuransi membuat pihaknya mengambil langkah ini.
Namun sekjen PBB menolak klaim tersebut dalam konferensi pers Senin dan mengatakan perdagangan biji-bijian Rusia telah mencapai volume ekspor yang tinggi.
Sementara pasar pupuk Rusia juga stabil di bawah kebijakan yang ditetapkan dalam nota kesepahaman antara PBB dan Rusia tersebut.
Meski demikian, ini bukan pertama kalinya Rusia mundur dari Black Sea Grain Initiative.
Pada Oktober tahun lalu, Rusia menangguhkan partisipasinya selama beberapa hari menyusul apa yang diklaim Moskow sebagai serangan pesawat tak berawak Ukraina terhadap armada Rusia di Laut Hitam.
Dalam pernyataan terbaru Rusia, tidak jelas apakah kesepakatan dapat dilanjutkan.
Guterres mengatakan PBB mengirim surat kepada Putin pekan lalu dengan langkah-langkah baru yang diusulkan untuk mengatasi keluhan Rusia. Termasuk mengizinkan anak perusahaan Bank Pertanian Rusia untuk terhubung kembali ke SWIFT yang merupakan sistem pengiriman keuangan global.
Arti Buat Dunia
Kesepakatan Black Sea Grain Initiative merupakan pencapaian diplomatik yang langka di tengah konflik Rusia-Ukraina yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan berdampak pada ekonomi global.
PBB mengatakan kesepakatan itu telah membantu meredakan krisis pangan global dan mengurangi harga pangan lebih dari 23 persen sejak Maret 2022.
Dalam laporan tentang ketahanan pangan global terbaru, PBB memperkirakan hingga 783 juta orang menghadapi kelaparan kronis pada 2022, sekitar 9,2 persen dari populasi dunia. Kata laporan tersebut, angka itu lebih tinggi dari angka pra-pandemi sebagian karena konsekuensi perang di Ukraina.
Sebelum kesepakatan dibuat, blokade angkatan laut Rusia terhadap pelabuhan-pelabuhan utama Ukraina mencegah ekspor utama seperti gandum dan minyak bunga matahari unruk mencapai pasar dunia. Langkah ini menyebabkan harga-harga pangan melonjak.
Berdasarkan perjanjian tersebut, kapal dari kedua belah pihak dapat menggunakan koridor laut kemanusiaan sebelum menghadapi inspeksi di hub yang dikelola PBB di Turki.
PBB mengatakan perjanjian tersebut telah memungkinkan 1.003 pelayaran dari tiga pelabuhan Ukraina, membawa total 32,8 juta ton biji-bijian dan produk makanan lainnya.
Empat puluh lima negara menerima pengiriman biji-bijian dari Ukraina di bawah inisiatif ini. Di mana Asia memperoleh impor sebesar 46 persen dari total impor, sementara 40 persen lainnya di kirim ke Eropa Barat dan 12 persen lainnya dikirim ke Afrika dan 1 persen dikirim ke Eropa Timur. (ADF)