sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Waspada Harga Gandum Naik Lagi, Ini Pemicunya

Market news editor Maulina Ulfa - Riset
18/07/2023 10:16 WIB
Kontrak berjangka (futures) gandum di AS terpantau melonjak hingga 4 persen melewati USD6,8 per gantang pada awal pekan ini, Senin (17/7/2023).
Waspada Harga Gandum Naik Lagi, Ini Pemicunya. (Foto: MNC Media)
Waspada Harga Gandum Naik Lagi, Ini Pemicunya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Kontrak berjangka (futures) gandum di AS terpantau melonjak hingga 4 persen melewati USD6,8 per gantang pada awal pekan ini, Senin (17/7/2023).

Kenaikan ini rebound dari level terendah satu bulan di USD6,3 yang sempat terjadi pada 12 Juli lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kenaikan harga gandum terjadi setelah Rusia menolak untuk memperpanjang kesepakatan yang dikenal dengan Black Sea Grain Initiative. Kesepakatan ini menjamin koridor perdagangan yang aman bagi kapal untuk mengekspor biji-bijian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam.

Otoritas Rusia sebelumnya mengisyaratkan bahwa kesepakatan itu tidak akan diperpanjang melewati batas waktu 17 Juli. Langkah ini diambil Rusia karena perlakukan negara Barat yang membatasi aktivitas logistik dan cukup berdampak pada ekspor Rusia.

Ketegangan ini menandai berakhirnya skema selama setahun yang menghubungkan ekspor gandum dari salah satu produsen utama dunia tepat sebelum panen tahun ini.

Sementara itu, USDA merevisi naik prakiraan pasokan dan produksi gandum domestik Amerika Serikat (AS) untuk musim 2023-2024.

AS diperkirakan akan memasok 66,7 juta ton gandum pada tahun pemasaran mendatang, direvisi lebih tinggi dari sebelumnya sebesar 65,3 juta ton.

Langkah Tegas Rusia

Rusia menolak untuk memperpanjang kesepakatan yang didukung oleh PBB itu. Karena berkat perjanjian ini, Ukraina memungkinkan untuk mengekspor biji-bijian dan bahan makanan lainnya selama perang yang sedang berlangsung.

Dikenal sebagai Black Sea Grain Initiative, kesepakatan yang dicapai Juli tahun lalu itu memungkinkan pengiriman internasional jagung, gandum, jelai, dan produk makanan lainnya dari tiga pelabuhan di Ukraina. Mengingat Pelabuhan ini dijuluki sebagai "keranjang roti Eropa".

Meski tidak sempurna, para ahli mengatakan kesepakatan itu telah membantu mencegah memburuknya kelaparan global dan mencegah lonjakan harga pangan di seluruh dunia.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut kesepakatan itu sebagai "mercusuar harapan" ketika ditandatangani pada musim panas tahun lalu.

Sekarang, keputusan Rusia kembali memicu kekhawatiran pasokan pangan di masa depan.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan pada Senin (17/7/2023) bahwa perjanjian itu tidak lagi berlaku.

Kesepakatan Black Sea Grain Initiative sebetulnya berakhir pada hari Minggu (16/7/2023).

Namun, aporan panggilan telepon antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menengahi kesepakatan itu, menyarankan Putin menerima gagasan perpanjangan.

Meski demikian, Moskow tidak senang dengan kesepakatan itu sejak awal dan mengatakan bahwa mereka gagal memenuhi janji untuk membebaskan ekspor pertanian Rusia yang terkena sanksi Barat.

Meskipun makanan dan pupuk tidak dikenai sanksi, namun Rusia mengatakan pembatasan terkait sanksi pada perbankan, transit kargo, dan asuransi membuat pihaknya mengambil langkah ini.

Namun sekjen PBB menolak klaim tersebut dalam konferensi pers Senin dan mengatakan perdagangan biji-bijian Rusia telah mencapai volume ekspor yang tinggi.

Sementara pasar pupuk Rusia juga stabil di bawah kebijakan yang ditetapkan dalam nota kesepahaman antara PBB dan Rusia tersebut.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement