sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mengapa Doom Spending Gen Z Bikin Miskin? Begini Penjelasannya   

Milenomic editor Ratih Ika Wijayanti
27/09/2024 15:09 WIB
Doom spending gen z saat ini tengah menjadi fenomena yang dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pengelolaan finansial anak-anak muda.
Mengapa Doom Spending Gen Z Bikin Miskin? Begini Penjelasannya. (Foto: MNC Media)   
Mengapa Doom Spending Gen Z Bikin Miskin? Begini Penjelasannya. (Foto: MNC Media)   

IDXChannel Doom spending gen z saat ini tengah menjadi fenomena yang dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap pengelolaan finansial anak-anak muda.

Doom spending merupakan istilah yang merujuk pada aktivitas belanja impulsif yang dilakukan seseorang tanpa berpikir panjang sebagai bentuk menenangkan diri atas keadaan ekonomi maupun masa depan. Istilah ini sering dikaitkan dengan tren konsumsi berlebihan yang terjadi dalam situasi krisis atau tekanan hidup, seperti pandemi atau ketidakpastian ekonomi. 

Fenomena ini saat ini sedang terjadi di kalangan muda, terutama gen z. Alih-alih menabung atau berinvestasi, banyak anak muda zaman sekarang yang lebih suka membeli barang mewah ataupun jalan-jalan.

Jika tidak disikapi dengan baik, aktivitas ini justru akan membuat pelakunya kesulitan ekonomi. Lantas, mengapa doom spending gen z bikin miskin? Untuk memahami lebih dalam mengenai fenomena ini, IDXChannel mengulas penjelasannya sebagai berikut. 

Mengapa Doom Spending Gen Z Bikin Miskin?

Dilansir dari Bloomberg, doom spending merupakan aktivitas seseorang membelanjakan uangnya untuk menghilangkan stres karena kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi yang tidak pasti. 

Hal ini terjadi karena anak-anak muda selalu menyerap berbagai informasi atau berita buruk secara terus menerus di media sosial sehingga mereka merasa bahwa kondisi ekonomi sedang kacau. Banyak dari generasi muda ini kemudian mengalihkan perasaan stres dan tertekan mereka ke bentuk berbelanja yang impulsif. 

Berdasarkan data Intuit Credit Karma, dari 1.000 orang sebanyak 96 persen orang Amerika khawatir tentang kondisi ekonomi saat ini dan lebih dari seperempatnya melakukan doom spending untuk mengatasi stres. 

Fenomena doom spending juga mulai muncul di Indonesia. Menurut pengamat, anak-anak muda selalu rentan terhadap pengeluaran berlebihan karena mereka berjuang dengan tekanan sosial dan pembentukan identitas. 

Apalagi, sekarang mereka lebih rentan terhadap kekuatan komersial daripada sebelumnya karena situasi ekonomi yang sulit. Ditambah meningkatnya penggunaan smartphone dan media sosial, serta skema “buy now pay later” membuat kebiasaan doom spending ini lebih cepat merebak. 

Doom spending gen z ini bisa memberikan dampak negatif, terutama pada kondisi keuangan. Beberapa dampak negatif yang mungkin terjadi akibat dari doom spending ini antara lain sebagai berikut. 

1. Masalah Keuangan

Doom spending yang tidak terkontrol dapat menyebabkan masalah keuangan jangka panjang, seperti utang kartu kredit, kesulitan menabung, dan kurangnya dana darurat. Banyak generasi muda di Indonesia yang mulai merasakan dampak negatif ini, terutama karena minimnya literasi keuangan.

2. Penurunan Kesejahteraan Mental

Meskipun belanja impulsif memberikan kepuasan sementara, namun banyak yang merasa menyesal atau stres setelahnya. Penyesalan akibat pengeluaran yang berlebihan ini bisa memperburuk kondisi mental dan meningkatkan rasa cemas.

3. Kurangnya Perencanaan Masa Depan

Kebiasaan doom spending dapat menghalangi generasi muda dalam merencanakan tujuan jangka panjang, seperti menabung untuk pendidikan, membeli rumah, atau merencanakan pensiun. Hal ini lantaran fokus mereka pada konsumsi jangka pendek yang akhirnya menghambat pencapaian tujuan finansial yang lebih besar.

Doom spending gen z dapat menyebabkan masalah keuangan yang serius jika tidak dikendalikan, termasuk berisiko membuat seseorang jatuh dalam kemiskinan. Meskipun doom spending memberikan kepuasan emosional sementara, pengeluaran impulsif ini bisa berdampak negatif jangka panjang, terutama jika dilakukan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan kemampuan keuangan.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement