Sejarah Paskibraka di Indonesia yang Harus Anda Ketahui di Hari Kemerdekaan 17 Agustus

IDXChannel - Sejarah Paskibraka di Indonesia menarik untuk dibahas menjelang hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2022 mendatang.
Seperti diketahui Paskibraka di Indonesia merupakan hal yang sakral terutama saat kemerdekaan negara kita. Mereka menjadi sekelompok orang yang sakral dan terlibat aktif dalam pengibaran bendera pusaka merah putih Indonesia.
Sayangnya, tidak banyak orang mengetahui sejarah Paskibraka di Indonesia. Karena itulah ada baiknya simak artikel di bawah ini agar mengetahui pelajaran sejarahnya.
Tentang Paskibraka
Melansir wikipedia, Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan tugas utamanya untuk mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka (kini duplikat) dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di tiga tempat, yakni tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Anggotanya berasal dari pelajar SMA/sederajat kelas 10 dan/atau 11. Bisa dikatakan, mereka merupakan putra/putri terbaik bangsa, artinya tidak semua orang bisa menjadi Paskibraka.
Untuk berkesempatan mengibarkan merah putih, mereka harus menghadapi seleksi ketat, mulai dari rekrutmen, seleksi bertahap, hingga mengikuti jenjang pelatihan melalui sistem dan mekanisme pendidikan dan pelatihan.
Selain itu, dalam mengikutinya, nilai-nilai kebangsaan serta penguatan aspek mental dan fisik agar memiliki kemampuan prima dalam melaksanakan tugas sebagai pasukan pengibar bendera pusaka. Paskibraka berada dibawah binaan dan asuhan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Sejarah Paskibraka di Indonesia
Tentunya munculnya tim pengibar bendera tidak lepas dari sejarah Paskibraka di Indonesia yang lahir pada tahun 1946 di Yogyakarta.
Kala itu, bapak proklamator, Soekarno memerintahkan salah satu ajudannya, Mayor (Laut) Husein Mutahar, untuk menyiapkan pengibaran bendera pusaka di halaman Istana Gedung Agung Yogyakarta.
Mutahar kemudian beranggapan pengibaran bendera sebaiknya dilakukan oleh para pemuda dari seluruh penjuru Tanah Air, karena mereka adalah generasi penerus perjuangan bangsa yang bertugas. Karenanya Indonesia sendiri baru setahun merdeka, upaya itu tidak mungkin dilakukan.
Mutahar lantas hanya bisa menghadirkan lima orang pemuda (3 putra dan 2 putri) yang berasal dari berbagai daerah dan kebetulan sedang berada di Yogyakarta, salah satunya Siti Dewi Sutan Assin.
Lima orang tersebut melambangkan Pancasila. Sejak itu, sampai tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilaksanakan dengan cara yang sama.