IDXChannel - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan pangan menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Inwas Nataru).
Pengawasan hingga 17 Desember 2025, BPOM menemukan berbagai pangan tidak layak edar.
Jenis temuan terbesar Inwas Nataru meliputi merupakan pangan olahan Tanpa Izin Edar (TIE) sebesar 73,5 persen (92.737 pieces), kedaluwarsa sebesar 25,4 persen (32.080 pieces), dan 1,1 persen pangan rusak (1.319 pieces).
Pangan olahan TIE banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Tarakan (16,9 persen), Jakarta (11,3 persen), Pekanbaru (6,1 persen), Dumai (0,7 persen), dan Tasikmalaya (0,7 persen).
"Pangan ilegal ini ditemukan di wilayah perbatasan/pintu masuk produk impor dan toko oleh-oleh. Jenis pangan olahan TIE impor mayoritas berasal dari negara Malaysia, Korea, India, dan China seperti minuman sari kacang, pasta dan mi, minuman serbuk coklat, krimer kental manis dan olahan daging," ujar Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam keterangan tertulis, Jumat (19/12/2025).
Untuk pangan olahan kedaluwarsa, banyak ditemukan di wilayah kerja UPT BPOM di Kupang (20,3 persen), Sumba Timur (15,9 persen), Ambon (12,6 persen), Bau-Bau (4,4 persen), dan Kepulauan Tanimbar (4,4 persen). Jenis pangan yang banyak ditemukan antara lain minuman serbuk berperisa, kembang gula/permen, bumbu siap pakai, serta pasta dan mi.
"Kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak jalur masuk ilegal atau jalur tikus di perbatasan, seperti Tarakan dan Dumai, sulit diawasi sepenuhnya. Sehingga dibutuhkan pengawasan lintas sektor yang lebih intensif. Temuan ini juga menunjukkan bahwa pengawasan di sarana peredaran perlu diperketat lagi,” ujar Taruna.
Inwas Nataru dilaksanakan bersama lintas sektor sejak 28 November 2025 sampai dengan 31 Desember 2025 oleh 74 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sedangkan, 2 UPT di wilayah Sumatra yaitu Loka POM di Kabupaten Aceh Tengah, dan Loka POM di Kabupaten Aceh Selatan terdampak bencana alam sehingga tidak memungkinkan melaksanakan Inwas Nataru pada tahun ini.
Pemeriksaan sarana pada Inwas hingga 17 Desember 2025 dilakukan pada 1.612 sarana peredaran pangan olahan di 38 provinsi. Pengawasan ini menyasar 698 sarana ritel modern (43,3 persen), kemudian 663 ritel tradisional (41,1 persen), 243 gudang distributor (15,1 persen), 7 gudang importir (0,4 persen), dan 1 gudang marketplace/e-commerce (0,1 persen).
Strategi pengawasan berbasis risiko ini menyasar pengawasan pada sarana peredaran/distributor yang memiliki rekam jejak kurang baik atau pernah melakukan pelanggaran. Kegiatan pengawasan berfokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK), yaitu tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kedaluwarsa, dan rusak.
Dari sejumlah sarana tersebut, mayoritas sarana (65,1 persen) atau sebanyak 1.049 sarana telah memenuhi ketentuan (MK) dan 34,9 persen atau 563 Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK).
Sarana yang tidak memenuhi ketentuan terdiri dari 273 ritel tradisional (16,9 persen), 264 ritel modern (16,4 persen), 25 gudang distributor (1,6 persen), dan 1 gudang importir (0,06 persen).
(NIA DEVIYANA)