"Ini seperti kiamat," kata Abdul Salam al-Mahmoud, warga Suriah di kota utara Atareb. "Dingin sekali dan ada hujan lebat, dan orang-orang perlu diselamatkan," katanya lagi, seperti dikutip Reuters, Selasa (7/2/2023).
Gempa tersebut merupakan yang terbesar yang tercatat di seluruh dunia oleh Survei Geologi AS (USGS) sejak gempa di Atlantik Selatan yang terpencil pada Agustus 2021. Di Turki, jumlah korban tewas mencapai 2.921, kata Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD).
Itu menjadikannya gempa paling mematikan di negara itu sejak gempa dengan kekuatan yang sama pada tahun 1999 menghancurkan wilayah Laut Marmara timur yang berpenduduk padat di dekat Istanbul, menewaskan lebih dari 17.000 orang.
Sedangkan di Suriah, setidaknya 1.444 orang tewas dan sekitar 3.500 orang terluka. Angka ini berasal dari pemerintah Damaskus dan petugas penyelamat di wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak.
Koneksi internet yang buruk dan jalan yang rusak antara beberapa kota yang paling parah terkena dampak di tenggara Turki, rumah bagi jutaan orang, menghambat upaya untuk menilai dan mengatasi dampak gempa. Suhu di beberapa daerah diperkirakan turun hingga mendekati titik beku dalam semalam, kondisi yang memburuk bagi orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan atau kehilangan tempat tinggal.