"Sementara yang disyaratkan oleh UUD dalam pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, yang memberikan persetujuan itu tentu saja harus DPR secara institusi, dan itu belum dilakukan karena tidak masuk sidang paripurna," sambungnya.
Lebih lanjut, Bivitri memaparkan, dalam Pasal 22 UUD 1945, sudah dijelaskan bahwa dalam ihwal kegentingan yang memaksa, presiden memang berhak untuk menetapkan Perppu.
Pasal 22 ayat (2) UUD tersebut disebutkan bahwa Perppu yang dibuat oleh Presiden itu harus mendapatkan persetujuan DPR dalam masa persidangan yang berikut. Sedangkan pada ayat (3), apabila tidak mendapatkan persetujuan, maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
Penjelasan terkait masa persidangan 'berikut' dijelaskan pada UU PPP Pasal 52, yang berbunyi: "Yang dimaksud dengan 'persidangan yang berikut' adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan".
"Jadi begitu dia (Perppu Ciptaker) tidak tercapai (masa sidang paripurna), maka sebenarnya Perppu itu tidak sah, karena itu harus dicabut," pungkas Bivitri.
(YNA)