IDXChannel - Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka akan bertolak ke Provinsi Riau pada Senin (28/7/2025) mendatang. Kunjungan Gibran untuk mengecek kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Mungkin hari Senin saya ke Riau untuk mengecek kebakaran hutan di sana," kata Gibran dalam acara Puncak Green Impact Festival 2025 di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Kamis (24/07/2025).
Dalam kesempatan itu, Gibran juga menyampaikan, kebakaran hutan di Indonesia telah menurun drastis hingga 85 persen. Namun, tak bisa dimungkiri sejumlah titik masih rawan kebakaran.
"Masalah kebakaran hutan sudah sangat berkurang sekali dibandingkan 10 tahun yang lalu, pengurangannya sampai 85 persen. Ini mungkin masih ada beberapa titik rawan, titik-titik yang kebakaran," katanya.
Terpisah, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan tingginya potensi karhutla menyusul puncak musim kemarau yang terjadi lebih awal dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Salah satu wilayah yang harus diwaspadai khususnya Riau dan sekitarnya.
“Puncak musim kemarau di Riau berlangsung pada Juli, berbeda dengan mayoritas wilayah Indonesia yang puncaknya terjadi di Agustus. Karena itu, Riau sedang dalam masa paling rawan terjadinya karhutla,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam rapat koordinasi penanganan karhutla di Pekanbaru, Riau, Kamis (24/7/2025).
Berdasarkan prakiraan iklim BMKG, curah hujan di wilayah Riau selama dasarian III Juli hingga dasarian I Agustus diprediksi berada pada kategori rendah, yaitu di bawah 50 mm, bahkan sebagian wilayah di bawah 20 mm. Curah hujan baru diperkirakan mulai meningkat pada dasarian II Agustus.
Kondisi kekeringan ini diperparah dengan terbatasnya pertumbuhan awan hujan, sehingga memperkecil peluang pemadaman melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). “Hari ini awan sangat minim. Namun semalam, kami bersyukur bisa melakukan penyemaian hingga pukul 21.00 WIB untuk menabung air agar melembabkan lahan gambut,” ujar Dwikorita.
Dwikorita menambahkan, potensi keterbakaran lahan di Riau berada pada tingkat sangat tinggi sejak 23 hingga 24 Juli, menurun sementara di 25 dan 26 Juli, namun kembali meningkat di akhir bulan. BMKG juga mengingatkan agar data hotspot perlu dianalisis secara cermat.
“Tidak semua hotspot dari satelit luar negeri itu akurat. Bahkan ada yang hanya akibat refleksi panas permukaan, bukan dari kebakaran lahan,” kata dia.
Dwikorita menegaskan, sistem satelit dalam negeri seperti SiPongi lebih bisa diandalkan karena mampu membedakan tingkat kepercayaan titik panas dan memantau secara real-time.
(Dhera Arizona)