"Dengan demikian, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya," katanya.
Menurut Anindito, persiapan yang lebih terfokus dan mendalam ini sulit dilakukan apabila murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Yang terjadi ketika ada pembagian jurusan adalah sebagian besar murid memilih jurusan IPA.
"Hal ini belum tentu dilakukan berdasarkan refleksi tentang bakat, minat dan rencana kariernya, melainkan karena jurusan IPA diberi privilese lebih dalam memilih program studi di perguruan tinggi," ujarnya.
Dengan menghapus penjurusan di SMA, kata dia, Kurikulum Merdeka mendorong murid melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat dan aspirasi karier. Mereka kemudian memberi kesempatan untuk mengambil mapel pilihan secara lebih fleksibel sesuai rencana tersebut.
"Penghapusan jurusan di SMA juga menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan non-PA dalam seleksi nasional mahasiswa baru. Dengan Kurikulum Merdeka, semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua prodi melalui jalur tes, tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK," katanya.
(RFI)