sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pemulangan Mary Jane dan Bali Nine Ubah Predikat Indinesia dari Negatif jadi Netral

News editor Binti Mufarida
18/12/2024 22:28 WIB
Predikat itu berubah dari negatif ke netral menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati
Predikat itu berubah dari negatif ke netral menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati
Predikat itu berubah dari negatif ke netral menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati

IDXChannel - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyampaikan hasil predikat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk Indonesia.

Predikat itu berubah dari negatif ke netral menyusul kebijakan pemerintah memulangkan terpidana mati Mary Jane dan Bali Nine ke negara asalnya. Predikat PBB tersebut muncul dalam pertemuan tahunan di Jenewa akhir November 2024.

“Berdasarkan laporan pertemuan PBB pada poin 13 yang disampaikan kepada Indonesia ada beberapa hal yang menggembirakan salah satunya terkait kemajuan yang dicapai terkait pembatalan vonis hukuman mati dan pemulangan terpidana mati ke negara asalnya,” kata Pigai, Rabu (18/12/2024).

Pigai menambahkan, dalam kasus Mary Jane Veloso, delegasi Indonesia yang dipimpin Kementerian HAM melalui Plt Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM dan didampingi oleh pejabat Kementerian Luar Negeri, Indonesia mendapat apresiasi.

“Jika sebelumnya Indonesia dirujuk negatif kini menjadi negara yang dirujuk netral. Ini suatu kemajuan sekaligus prestasi yang ditorehkan oleh pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dalam waktu 60 hari,” katanya.

Pigai kembali menegaskan predikat PBB ini merupakan pencapaian jika dibandingkan dengan penilaian sebelumnya. Indonesia menurut Natalius pernah berada pada titik terendah dan terburuk penilaian PBB.

“Pada 2015 Indonesia berada pada titik terendah dan terburuk di dunia dengan kategori unfair trial di dunia,” kata Pigai.

Pigai melanjutkan, meski demikian Kementerian HAM tetap akan mendorong perbaikan melalui kebijakan progresif terkait sektor bisnis dan HAM, terutama sektor kelapa sawit, pengelolaan tambang, bisnis yang melibatkan korporasi besar yang berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat, hak sosial, nilai budaya, ekonomi, partisipasi masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.

“Bahwa ada penilaian ini kita apresiasi tapi tidak untuk berpuas diri. Karena masih banyak
pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan secara bertahap,” kata dia.

(Nur Ichsan Yuniarto)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement