sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Sepak Bola Termahal Sepanjang Sejarah

News editor Dian Kusumo
21/11/2022 12:33 WIB
Keputusan FIFA pada 2010 dianggap mengejutkan dan kontroversial setelah memberikan hak tuan rumah Piala Dunia 2022 kepada Qatar.
Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Sepak Bola Termahal Sepanjang Sejarah. (Foto : MNC Media)
Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Ajang Sepak Bola Termahal Sepanjang Sejarah. (Foto : MNC Media)

Sebuah Warisan Gelap

Sekalipun merupakan sebuah anomali keuangan, Qatar 2022 masih harus bergulat dengan pertanyaan tentang "warisan" apa yang ingin mereka tinggalkan. Bahwa turnamen ini harus meninggalkan jejak yang berarti bagi masyarakat luas di negara yang membenarkan pemborosan keuangan hanya dalam empat minggu sepak bola.

Hal ini menjadi perjuangan besar bagi Piala Dunia kebanyakan, tetapi dalam kasus Qatar, ada keraguan serius.

Salah satu masalah yang paling jelas adalah stadion. Dari delapan tempat, tujuh telah dibangun dari nol untuk Qatar 2022. Pemerintah mengatakan biaya pembangunannya mencapai USD6,5 miliar. Setelah Piala Dunia selesai, negara berpenduduk hanya 2,8 juta orang itu tampaknya tidak akan membutuhkan begitu banyak stadion-stadion besar.

Fenomena yang dikenal dengan nama "gajah putih" kerap menjadi masalah bagi tuan rumah Piala Dunia, dan Qatar bermaksud untuk memutus siklus itu. Disebutkan, tiga stadion nantinya akan terus dipakai untuk lokasi pertandingan, sementara lima lainnya akan dibongkar, diubah untuk tujuan alternatif, atau kapasitasnya dikurangi secara signifikan.

Kieran Maguire percaya Qatar tetap akan menggunakan infrastruktur baru untuk mengajukan penawaran menjadi tuan rumah final Eropa di masa depan, seperti di Liga Europa atau Liga Champions.

Nasib Pekerja Migran

Yang turut membayangi pertanyaan tentang biaya Piala Dunia adalah nasib para pekerja migran yang telah bekerja keras di negara itu selama dekade terakhir. Sejak dianugerahi tuan rumah turnamen pada 2010, Qatar telah menghadapi kritik besar-besaran dari kelompok hak asasi manusia atas perlakuannya terhadap pekerja asing.

Pada 2016, Amnesty International menuduh Qatar menggunakan kerja paksa di Khalifa International Stadium andalannya. Kemudian ada laporan bahwa ribuan pekerja migran meninggal di Qatar sejak 2010. Pada Februari 2021, surat kabar The Guardian melaporkan bahwa 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka telah meninggal di negara tersebut antara tahun 2010 dan 2020. Pakar hak asasi manusia mengatakan sejumlah besar dari mereka yang meninggal berada di negara tersebut khususnya karena Piala Dunia.

Qatar telah melakukan beberapa reformasi perburuhan sederhana dalam beberapa tahun terakhir, tetapi menurut Amnesty, masih ada masalah besar. "Akhirnya, pelanggaran hak asasi manusia bertahan dalam skala yang signifikan hari ini," katanya dalam sebuah laporan bulan lalu.

Bagi FIFA, badan pengatur sepak bola internasional, kematian pekerja migran maupun masalah biaya tidak akan mempengaruhi keuntungannya. Dan Plumley mengatakan, turnamen itu akan menjadi keuntungan finansial yang besar bagi mereka, seperti edisi 2018.

"Bagi FIFA, Piala Dunia adalah tentang perolehan uang dan perolehan pendapatan untuk mendanai operasinya di setiap siklus empat tahun," katanya, merujuk pada fakta bahwa pendapatan Piala Dunia 2018 untuk FIFA jauh melebihi ekspektasi mereka.

"Harapkan kesuksesan serupa dari Qatar untuk FIFA. Menjadi tuan rumah sebuah turnamen mungkin membutuhkan biaya yang signifikan bagi negara tuan rumah, tetapi kepentingan FIFA untuk memastikan acara tersebut sukses, dan tentu saja, mereka tidak perlu terlalu khawatir tentang biaya."

(DKH)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement