Hal ini dikarenakan pemberitahuan data barang kiriman hasil perdagangan disampaikan secara mandiri (self-assessment), sehingga konsekuensi jika melakukan kesalahan adalah dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
"Sanksi administrasi ini dapat diantisipasi dengan mengisi data yang sebenar-benarnya. Selain itu, importir juga harus proaktif mengecek posisi barang kiriman ketika sudah sampai di Indonesia. Importir dapat mengonfirmasi kebenaran data nilai, uraian, dan jumlah barang kepada penyelenggara pos, sebelum penyelenggara pos mengirimkan pemberitahuan pabean berupa consignment note (CN) ke Bea Cukai," tutur Budi.
Pemeriksaan Fisik Barang Kiriman
Pemeriksaan fisik terhadap barang kiriman dilakukan berdasarkan manajemen risiko (parameter tertentu), artinya tidak semua barang diperiksa fisiknya. Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik, pihak yang menyiapkan barang untuk diperiksa, membuka kemasan, dan mengemas kembali barang tersebut adalah penyelenggara pos.
Bea Cukai hanya melakukan pemeriksaan fisik dengan mengecek kesesuaian jenis, jumlah, dan spesifikasi antara fisik barang dan data yang diberitahukan.
"Perlu dipahami bahwa Bea Cukai memang memiliki kewenangan memeriksa barang impor, dalam rangka pengawasan terhadap masuknya barang yang dilarang ataupun dibatasi impornya, misalnya narkotika. Namun, tidak semua barang diperiksa fisiknya. Dalam hal terjadi kerusakan, importir/penerima barang disarankan berkoordinasi dengan penyelenggara pos agar dilakukan penelusuran penyebab kerusakan tersebut," kata Budi.
Ia pun berharap ketentuan barang kiriman yang tercantum dalam PMK 96 Tahun 2023 jo. PMK 111 Tahun 2023 dapat dipahami masyarakat dan dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga arus barang kiriman dapat berjalan baik dan terhindar dari sanksi administrasi yang timbul.
(Febrina Ratna)