sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI

Syariah editor Mohammad Yan Yusuf
12/07/2022 09:47 WIB
Keraguan apakah asuransi haram kerap ditanyakan sejumlah masyarakat. Banyak yang meragukan asuransi tidak memiliki fatwa.
Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI. (FOTO : MNC Media)
Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI. (FOTO : MNC Media)

1. Bentuk Perlindungan

Dalam kehidupan, kita memerlukan adanya dana perlindungan atas hal-hal buruk yang akan terjadi. 

Hal ini ditegaskan oleh fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.”

Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI. (FOTO : MNC Media)

Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah memiliki asuransi yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah. 

Terlebih asuransi dibutuhkan guna perlindungan terhadap harta dan nyawa secara finansial yang risikonya tidak dapat diprediksi.

Hal-hal yang umumnya diasuransikan adalah rumah, kendaraan, kesehatan, pendidikan dan nyawa. 

Sebab, memiliki asuransi, Anda tidak perlu khawatir akan risiko yang akan menimpa karena risiko tersebut dapat diminimalisir dan mendapat ganti rugi.

2. Unsur Tolong menolong

Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap tolong-menolong terhadap sesama. 

Dalam kehidupan sosial tolong-menolong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara finansial maupun kebaikan.

Fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.  

3. Unsur Kebaikan

Dalam setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya memiliki akad tabbaru’. 

Secara harfiah, tabbaru’ dapat diartikan sebagai kebaikan.

Aturannya, jumlah dana premi yang terkumpul disebut hibah yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan, yakni klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

Adapun besarnya premi dapat ditentukan melalui rujukan yang ada, misalnya merujuk pada tabel mortalita untuk menentukan premi pada asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk menentukan premi pada asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.

4. Berbagi Risiko dan Keuntungan

Dalam asuransi yang dikelola secara prinsip syariah, risiko dan keuntungan dibagi rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi. 

Hal ini dinilai cukup adil dan sesuai dengan syariat agama karena menurut MUI, asuransi hendaknya tidak dilakukan dalam rangka mencari keuntungan komersil.

Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada salah satu peserta asuransi yang terkena musibah, maka ganti rugi (klaim) yang didapat dari peserta asuransi yang lain. 

Artinya, saat seorang peserta mendapat musibah peserta lain juga ikut merasakannya. Begitu juga dengan keuntungan yang didapat.

Dalam asuransi syariah keuntungan yang didapat dari hasil investasi premi dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta asuransi dan tentu saja disisihkan juga untuk perusahaan investasi.

5. Bagian dari Bermuamalah

Muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar manusia. 

Contoh hubungan yang diatur dalam islam adalah jual beli dan perdagangan. 

Hal tersebut juga menjadi landasan dari asuransi syariah.

Menurut MUI asuransi juga termasuk bagian dari bermuamalah karena melibatkan manusia dalam hubungan finansial. 

Segala aturan dan tata caranya tentu saja harus sesuai dengan syariat islam. Jadi dalam berpartisipasi dalam bermuamalah, Anda dianggap ikut serta dalam menjalani perintah agama.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement