Ia mengambil contoh, seorang perantau yang tidak berani pulang kampung karena umumnya seseorang yang sudah bekerja mesti membagikan THR kepada anak-anak kecil dan saudaranya, padahal ia sendiri tengah hidup dengan cicilan.
Jadi, ia berpendapat jika seseorang memiliki utang, sebaiknya pelunasan utang itu harus didahulukan, dan orang itu hendaknya tidak usah memikirkan sedekah maupun bagi-bagi THR, karena berpotensi malah menjerumuskan diri ke dalam maksiat.
“Sederhananya begini, saya berutang pada Anda Rp1 juta, saya janji akan bayar hari ini. Ternyata hari ini saya tidak bayar, tapi Anda mendengar saya bagi-bagi duit Rp1 juta. Apa kata Anda? Kan, marah yang punya uang,” tuturnya.
Oleh sebab itu, ia menganjurkan agar pelunasan utang yang sudah jatuh tempo harus didahulukan. Namun bila jatuh tempo masih jauh, orang tersebut masih boleh membagi-bagi THR, selama ia sudah memiliki gambaran bagaimana harus melunasi utang ketika jatuh tempo tiba.
Atau, ia harus mengkomunikasikan terlebih dahulu kepada pemberi utang. Ia dianjurkan untuk terbuka kepada pemberi utang, bahwa ia berencana untuk membagi-bagi THR saat lebaran, dan tetap akan membayar utangnya nanti.