Menurut kaidah fiqh, fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti hari puasa yang ditinggalkan. Lebih diutamakan dengan memberikan makanan, meskipun sebagian ulama mengatakan fidyah boleh diuangkan.
Terkait besarannya, minimal sebesar 1 mud atau ¾ liter makanan pokok. Pendapat ulama lainnya seperti Abu Hanifah mengatakan sebesar setengah sha atau 2 mud gandum yang setara dengan 1,5 kg makanan pokok.
Ada pun pendapat dari kalangan ulama abu Hanifah, berpendapat membayar sebesar satu sha atau 4 mud yang setara dengan zakat fitrah. Jika diukur dengan timbangan, maka 1 sha setara dengan 2,75 liter.
Jumlah tersebut dikalikan dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Jadi misalnya, tidak puasa sejumlah 25 hari maka ia wajib memberikan makan untuk 25 jiwa atau 25 porsi. Tentunya, makanan yang diberikan haruslah makanan yang terbaik.
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Baqarah ayat 267)
Fidyah boleh dibayarkan saat bulan Ramadan ataupun setelah bulan Ramadan. Pastikan untuk memenuhi syarat yang diperbolehkan, jika masih mampu untuk menggantinya dengan puasa di bulan lain, maka sebaiknya utamakan dengan itu.
(Ustaz Ahmad Pranggono)