Komisi VIII menegaskan, penggunaan dana harus sesuai dengan regulasi, yakni UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Perpres No. 154 Tahun 2024 tentang Badan Penyelenggara Haji.
“Penggunaan dan pertanggungjawaban uang muka harus dilakukan bersama-sama oleh Kemenag dan BPH dengan mekanisme yang jelas, akuntabel, serta sesuai prinsip syariah dan tata kelola keuangan negara,” tutur Marwan
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, pembayaran uang muka bersifat mendesak agar jamaah Indonesia tidak kehilangan lokasi strategis di Armuzna.
“Indonesia adalah pengirim jemaah terbesar di dunia. Jika terlambat membayar, jemaah kita bisa ditempatkan di area yang jauh, sempit, dan minim fasilitas,” kata Menag.
Dia juga menekankan, keterlambatan dapat berdampak pada reputasi diplomatik. “Sebagai negara dengan jamaah terbesar, Indonesia menjadi sorotan. Jika tidak mampu membayar tepat waktu, akan muncul persepsi negatif, baik dari Pemerintah Arab Saudi maupun negara lain,” katanya.