IDXChannel - Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia dalam dua tahun terakhir membuat hampir seluruh negara di dunia terpaksa harus menutup diri dari kunjungan dari negara lain.
Tak terkecuali juga Arab Saudi, yang terpaksa harus menutup kunjungan haji dari sejumlah negara, tak terkecuali bagi jamaah haji dari Indonesia.
Atas kebijakan tersebut, praktis Indonesia sepanjang tahun 2020 dan 2021 sama sekali tidak memberangkatkan jamaahnya untuk beribadah haji ke Arab Saudi.
"Sehingga karena tidak ada keberangkatan (haji) di 2020 dan 2021, maka terjadi pertumbuhan aset (dana haji) sebesar Rp20 triliun," ujar Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis (26/1/2023).
Baru pada 2022, menurut Fadlul, Indonesia mulai kembali memberangkatkan jamaah haji, namun dengan kuota yang masih sebesar 50 persen dari jumlah normal.
Pemberangkatan itu disebut Fadlul menyedot dana haji sebesar Rp6 triliun untuk nilai manfaat para jamaah.
Sehingga, Fadlul menjelaskan, aset dana haji yang tumbuh sebesar Rp20 triliun itu telah berkurang untuk keberangkatan jamaah tahun lalu tersebut.
"Artinya, angka yang dari Rp20 triliun itu sudah berkurang, jadi tinggal Rp15 triliun saja. Dan jika pada 2023, kuotanya menjadi penuh 100 persen, atau sekitar 200 ribuan jamaah, maka harus disediakan lagi sebesar Rp12 triliun untuk total nilai manfaat," tutur Fadlul.
Dengan demikian, lanjut Fadlul, jika asumsi bahwa kuota jamaah haji Indonesia telah 100 persen kembali seperti semula, maka untuk tahun 2024 saldo yang tersisa hanya tinggal Rp3 triliun saja.
Sementara jika mengggunakan asumsi yang sama, di mana kuota keberangkatan telah sepenuhnya kembali seperti semula, maka dibutuhkan kembali anggaran dana sebesar Rp12 triliun.
"Sehingga jika tanpa ada kenaikan PBIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), maka di 2024 ada kebutuhan Rp9 triliun yang harus kita ambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini telah kita kelola," kata Fadlul.
Karenanya, guna mengantisipasi peluang terpangkasnya dana pokok pengelolaan anggaran haji tersebut, BPKH kini tengah mengusulkan perubahan porsi BPIH antara yang ditanggung oleh jamaah (Biaya Perjalanan Ibadah Haji/Bipih) dengan yang disubsidi lewat nilai manfaat dari pengelolaan dana haji.
"Karena itu (untuk menghindari terpangkasnya dana pokok), kenapa usulannya menjadi 70 (dari Bipih) berbanding 30 (dari nilai manfaat)," tegas Fadlul.
Usulan porsi ini berbeda dengan pembagian porsi yang diterapkan pada tahun lalu, di mana dari BPIH 2022 yang sebesar Rp98.379.021,09, hanya Rp39.886.009,00 (40,54 persen) yang ditanggung secara mandiri oleh jamaah (Bipih). Sedangkan sisanya, yaitu sebesar Rp58.493.012,09 atau mencapai 59,46 persen dari kebutuhan BPIH dipenuhi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. (TSA)