“Yang menjadi riba bukan masalah orang yang meminjamkannya, yang menjadi riba adalah tambahannya. Jadi kalau kita menggunakan kartu kredit misalnya 10 juta, kalau bayarnya 10 juta maka tidak dianggap sebagai riba. Ini merupakan tolong menolong yang baik", jelas Buya Yahya seperti dikutip IDXChannel (23/6/22).
Sementara itu, dilansir dari muslim.or.id, hukum kartu kredit ini dijelaskan oleh Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ dalam Fatwa No. 5832 (13/523). Kesepakatan pelunasan pinjaman antara yang berutang (peminjam) dan yang menyediakan pinjaman (perusahaan kartu kredit) yang disertai biaya atau denda keterlambatan maka masuk dalam akad berbau riba.
Akad ini termasuk dalam riba fadhl yakni riba karena adanya penambahan. Tak hanya itu, akad ini juga masuk dalam riba nasi’ah yakni riba karena adanya penanggungan pembayaran. Hal yang sama juga berlaku jika perusahaan membayar uang dan mengambil tambahan padanya sebagai imbalan atas pelayanan ini.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika transaksi kartu kredit mengandung beberapa komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-bunga riba atau denda-denda finansial bila terlambat menutupi hutangnya. Selain itu, ada juga biaya tambahan yang dikenakan apabila melakukan penarikan tunai. Dengan demikian hukum menggunakan kartu kredit yang menerapkan praktik tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.