Dia menerangkan, praktik haji ilegal memunculkan mafsadat bagi yang bersangkutan dan jamaah haji dunia, baik darurat layanan kamar kecil, serangan cuaca panas karena tidak mendapat tenda Arafah, kepadatan jamaah tak terkendali di titik-titik kritis area haji (seperti terowongan Mina, area tawaf dan sai), keterbatasan oksigen di tengah lonjakan kerumunan, kemacetan lalu lintas di area haji, maupun ketidaktenangan sebagai buronan razia aparat otoritas KSA yang selalu menghantui selama melaksanakan ibadah haji.
Menurutnya, praktik haji ilegal bertentangan dengan substansi syariat Islam. Praktik haji tanpa prosedur formal dilarang secara syariat karena melahirkan banyak mafsadat baik yang bersifat individual (pelakunya) maupun kolektif jamaah haji dunia.
“Praktik haji tanpa prosedur formal yang ditentukan pemerintah KSA maupun otoritas negara asal jamaah merupakan tindakan ghashab (perampasan hak) yang diharamkan secara syariat,” katanya.
Dia pun lantas mengajak masyarakat Indonesia untuk menghargai dan mematuhi prosedur formal dan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah KSA maupun ketentuan negara asal jamaah dalam hal ini undang-undang seputar perhajian yang berlaku di Indonesia.
“Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan prosedural dapat mengantisipasi berbagai mudarat perhajian yang potensi terjadi dan mendatangkan kemaslahatan sehingga rangkaian manasik haji dapat terselenggara dengan baik, layak, dan nyaman,” pungkasnya.
(YNA)