Semangat Belajar Santri Tak Gentar Meski Bangunan Pesantren Memprihatinkan

IDXChannel - Sejumlah pondok pesantren di Indonesia masih belum didukung oleh sarana pendidikan yang memadai, salah satunya Pondok Pesantren Al-Mustofawiyah yang terletak di Desa Labuhan Bilik, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu. Pondok pesantren yang didirikan oleh Ustaz Rahayum ini belum memiliki ruang belajar yang layak.
Sebelumnya, pesantren Al-Mustofawiyah sempat meminjam gedung di desa lain demi kelancaran kegitan belajar. Setelah masa peminjaman habis, Ustaz Rahayum akhirnya memindahkan kegiatan belajar santrinya ke Desa Labuhan Bilik dengan fasilitas yang masih seadanya.
Bank BTN Dorong Kemajuan Pesantren
Kondisi ruang belajar Al-Mustofawiyah hanya ditutup oleh kain kain, alasnya menggunakan terpal, tiang bangunan menggunakan kayu, dan beratapkan seng. Apabila cuaca sedang panas, santri juga akan merasa kepanasan dan apabila hujan terpaksa proses belajar mengajar santri ditunda karena ruang belajar yang tidak bisa dipakai.
“Belum ada biaya untuk mendirikan ruang belajar yang lebih layak,” ucap Ustaz Rahayum.
(Foto: Kondisi bangunan Pondok Pesantren Uhibbul Qur'an)
Selain pondok pesantren Al-Mustofawiyah, kondisi yang sama pun dialami Pondok Pesantren Uhibbul Qur’an di Desa Talang Akar, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Pali), Sumatera Selatan.
Lokasi pesantren tempat santri menghafal Al-Qur’an ini jauh dari keramaian. Keadaan tempat tidur para santri hanya terbuat dari bilik bambu yang hampir roboh. Selain itu, para santri juga harus tidur berdesakan. Sarana sanitasi pun berupa bilik yang ditutup pakai seng. Bangunan pesantren ini belum pernah direnovasi sejak berdiri karena terkendala biaya.
(Foto: Santri Pondok Pesantren Darurrosyidin saat berfoto di depan bangunan belajar yang tampak sudah bolong).
Kondisi ini juga dialami Pondok Pesantren Darurrosyidin di Dusun Makarti, Desa Tolo’oi Kecamatan Tarano, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinding ruang kelas pesantren ini terbuat dari papan yang sudah mulai berlubang, bahkan sebagian besar jendela telah rusak.
Dzikran dari Aksi cepat Tanggap (ACT) cabang Nusa Tenggara Barat mengatakan, meskipun kondisi bangunan tempat belajar memprihatinkan, para santri tetap semangat menuntut ilmu.
“Pihak pengelola ingin memperbaiki agar santri belajar dengan nyaman. Namun sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh tani, sangat sulit untuk membiayai pembangunan renovasi ponpes tersebut,” ujarnya. (Adv)