IDXChannel - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar setengah poin persentase atau 50 basis poin (bps) untuk membendung pelemahan Rupiah dan mengendalikan tekanan harga.
Sekadar informasi, BI akan mengumumkan suku bunga acuan pada hari ini (20/10). Saat ini, BI7DRR berada di 4,25% setelah kenaikan 50 bps pada September lalu.
BI akan mengerek suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,75%, menurut 19 dari 31 ekonom yang disurvei Bloomberg. Sementara 11 ekonom lain memproyeksikan tingkat kenaikan seperempat poin atau 25 bps, dan satu ekonom meramal kenaikan 7DRR sebesar 75 bps.
Dengan pelemahan rupiah yang menembus Rp15.500 per USD, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral akan tetap "pre emptive, front loaded, dan forward looking" menjaga pintu tetap terbuka untuk kenaikan jumbo lainnya.
Perry juga berusaha meredam ekspektasi dengan mengatakan, Indonesia tidak perlu seagresif bank sentral lain atau menyamai kecepatan The Fed karena inflasi Indonesia dapat dikelola.
Nasib Rupiah relatif lebih dari daripada negara tetangga, setelah kehilangan hanya 8% di tahun ini. Dibandingkan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Ringgit Malaysia yang masing-masing terdepresiasi lebih dari 10%.
"Bank Indonesia akan terus melakukan intervensi pasar di spot valas, non-deliverable forward domestik, dan pasar obligasi untuk menstabilkan mata uang dan menghindari efek spillover pada harga domestik," kata Perry dikutip dari Bloomberg, Kamis (20/10/2022).
Menurut Ekonom PT Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, bank sentral perlu menunjukkan bahwa mereka mengambil inisiatif untuk menjinakkan inflasi dan menarik arus masuk asing, sehingga dapat menguatkan nilai tukar rupiah dengan memberi kenaikan (suku bunga) jumbo.
Strategi BI untuk menarik arus masuk dengan menjual obligasi jangka pendek di pasar sekunder guna mendongkrak imbal hasil nampaknya tidak cukup untuk menahan arus keluar. Lebih dari USD9 miliar dana asing sudah kabur dari pasar domestik sepanjang 2022.
Permintaan utang pemerintah juga melemah karena lelang obligasi dan sukuk gagal memenuhi target yang diturunkan, bahkan sejak pertengahan September.
"Meskipun operasi tampaknya mampu melawan lonjakan imbal hasil benchmark 10 tahun, dampaknya terbatas dalam mendukung Rupiah," ujar Ekonom PT Samuel Sekuritas, Fikri Permana.
Di sisi inflasi, Perry memproyeksikan inflasi inti akan mencapai 6,3% pada akhir tahun ini. Sementara inflasi komponen inti diprediksi mencapai 4,3% di akhir 2022.
"Bagaimanapun otoritas moneter harus mengambil tindakan pencegahan karena dampak putaran kedua belum sepenuhnya tercermin dalam harga," tandas Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps ini.
(FAY)