Sementara dari sisi ekspor, produk halal berkontribusi sebesar 20 persen dari total ekspor barang non-migas Indonesia, diproyeksikan naik menjadi USD73,9 miliar dengan pertumbuhan sekitar 8,73 persen, termasuk ekspor non-sawit yang terus meningkat.
Kemudian tren kenaikan terlihat pada kategori makanan-minuman halal, kosmetik halal, kesehatan, pendidikan, dan perjalanan ibadah. Tim ekonom BSI menilai pola konsumsi ini akan menjadi bantalan pertumbuhan ekonomi, sekaligus peluang bagi sektor-sektor yang terkait langsung dengan gaya hidup halal dan keuangan syariah.
Selain itu, penerimaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) diproyeksikan naik dari Rp44,56 triliun pada 2025 menjadi Rp52,66 triliun pada 2026, tumbuh 18,17 persen yoy.
Banjaran menyebut meningkatnya preferensi berbagai masyarakat berpotensi memperkuat fondasi pemerataan ekonomi, terutama bila diintegrasikan dengan pembiayaan syariah formal dan program-program pemberdayaan pemerintah.
Ia menambahkan Indonesia memiliki peluang besar memasuki fase pertumbuhan yang lebih kuat dan inklusif di 2026.
“Tantangan tetap ada: risiko global, kedalaman pasar keuangan yang masih terbatas, dan kebutuhan menciptakan lebih banyak pekerjaan berkualitas. Namun, dengan kebijakan yang tepat dan pemmanfaatan penuh potensi ekonomi syariah, Indonesia tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga melompat ke level pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” tutupnya.