Purbaya turut menyoroti adanya tumpang tindih kebijakan fiskal dan moneter. Salah satunya terkait penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang dinilai memperlambat pertumbuhan uang primer (M0) adjusted menjadi 14 persen YoY pada Oktober 2025, turun dari 19 persen YoY pada September 2025. Padahal, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp200 triliun kepada bank-bank Himbara.
Perlambatan likuiditas tersebut menjadi alasan pemerintah kembali menambah injeksi dana sebesar Rp76 triliun ke sistem perbankan.
Revisi UU P2SK juga mengusulkan peningkatan peran DPR dalam mengawasi BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). DPR nantinya dapat melakukan evaluasi berkala terhadap dewan komisioner masing-masing lembaga guna memperkuat akuntabilitas pengelolaan sistem keuangan.
Selain itu, wacana memperkuat kewenangan OJK juga mengemuka, terutama terkait pengaturan aset kripto. Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun mengungkapkan, perlunya regulasi lebih rinci mengenai tokenisasi, real world asset, stablecoin, hingga tata kelola bursa kripto.
Revisi tersebut juga menegaskan percepatan pembentukan lembaga penjamin polis asuransi di bawah LPS, yang target operasionalnya semula ditetapkan 2028.