sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Jalan Ninja Korban PHK hingga Mampu Raup Ratusan Juta per Bulan: Tak Lelah Bertanya

Banking editor taufan sukma
13/04/2024 07:45 WIB
Yang menarik, klien pemesan produk sablonnya adalah perusahaan tempat Sopian dulu bekerja, sekaligus yang memPHKnya pada 2020 lalu.
Jalan Ninja Korban PHK hingga Mampu Raup Ratusan Juta per Bulan: Tak Lelah Bertanya (foto: MNC Media)
Jalan Ninja Korban PHK hingga Mampu Raup Ratusan Juta per Bulan: Tak Lelah Bertanya (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pelopor filsafat antroposentrik di era Yunani Klasik, Socrates, berpesan kepada muridnya, Plato, "I only know one thing, that I know nothing (saya hanya tahu satu hal, bahwa saya tak tahu apa pun)."

Nama lengkapnya Raden Sopian Tajudin Putra. Namun dalam keseharian, pria paruh baya ini akrab disapa Sopian. Saat ditemui, pria asli Ciapus, Taman Sari, ini tengah bersantai di gazebo yang ada di tengah kebun, di studio produksinya, di daerah Cibinong, Kabupaten Bogor.

"(Gazebo) Ini kita pake kalau lagi ada garapan acrilic, karena kan lembarannya lebar banget. Ukuran 122 x 244 centimeter. Jadi butuh space yang lega," ujar Sopian, membuka perbincangan.

Di tangan Sopian, lembaran acrilic tersebut bisa disulap menjadi gravir nama masjid, nomor rumah, souvenir kegiatan, rambu penanda atau papan pengumuman di kantor-kantor, dan sebagainya, sesuai pesanan yang diterima.

Sambil berbincang, tangan terampil Sopian seolah sudah otomatis merapikan tumpukan karung goni yang ada di sampingnya. Isinya adalah majun, atau sebagian orang menyebutnya dengan istilah kain perca.

Seperti halnya lembaran acrilic yang diceritakan tadi, berkarung-karung majun ini juga merupakan sumber dari pundi-pundi keuntungan yang diraup Sopian setiap harinya.

Dibelinya dengan harga murah karena merupakan limbah sisa produksi dari pabrik garmen dan perusahaan konveksi, tumpukan majun itu dijual dengan harga dua kali lipat oleh Sopian kepada para pelanggannya yang membutuhkan.

"Paling banyak (dijualnya) ke bengkel untuk kain lap. Sebagian juga ke warung-warung makan untuk lap kotor di dapur. Saya jualnya per 5 kg. Dari semua bisnis, sebenarnya (bisnis majun) ini yang paling cuan, karena gak pake proses produksi apa-apa, bahan baku juga limbah jadi murah, tapi harga jualnya bisa sampai dua kali lipat," tutur Sopian.

Kreatif

Selain berbisnis produk acrilic dan majun, Sopian juga merupakan pengusaha sablon yang menyuplai aneka produk berbahan dasar kertas/kardus, plastik hingga kain, untuk kebutuhan sejumlah perusahaan dan pabrik di Cikarang.

Tak hanya sablon, Sopian juga memproduksi jemuran dinding berbahan aluminium, yang dijualnya lewat kontrak jangka panjang kepada pedagang online shop.

Namun demikian, dengan kreatifitasnya yang menghasilan berbagai lini bisnis menjanjikan, siapa sangka Sopian merupakan salah satu mantan karyawan yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), saat pandemi COVID-19 merebak pada 2020 lalu.

"Dulu jadi karyawan di (perusahaan) suplier otomotif, di Cikarang. Cuma pas 2020, saat COVID-19 dulu, kantor harus (lakukan) efisiensi, dan saya termasuk yang kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)," tutur Sopian, memulai kisahnya.

Kehilangan pekerjaan pun memaksa Sopian harus memutar otak untuk mencari penghidupan lain. Berbagai pihak pun coba ditanyai oleh Sopian, tidak hanya soal lowongan pekerjaan, namun juga apa pun peluang usaha yang bisa ditekuninya, demi 'dapur tetap mengepul'.

Termasuk salah satunya, yang ditanyai oleh Sopian, adalah pelanggan yang biasa menyewa mobil minibus miliknya, untuk keperluan belanja berbagai perabotan rumah tangga, untuk dijual lagi secara online.

Saat itu, Sopian terkadang melihat wanita pelanggannya tersebut pulang, namun dengan mobil masih kosong, tanpa ada tumpukan barang yang barusan dibeli, untuk dijual kembali.

"Jadi suplier Si Ibu ini sering kehabisan stok. Terus saya tanya, barangnya apa. Ternyata jemuran yang nempel di dinding gitu. Saya minta sampelnya, terus mulai coba bikin. Alhamdulillah Si Ibu senang," ungkap Sopian.

Kontrak

Karena produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, selanjutnya Sang Klien pun menyodori proposal kerja sama. Isinya, Sopian saat itu diwajibkan menyuplai sedikitnya 150 pcs per hari, dengan desain dan ukuran yang telah ditentukan.

Secara umum, ada tiga jenis jemuran yang dipesan oleh klien tersebut, pertama jemuran berpalang tiga yang dihargai Rp30 ribu per unit, lalu jemuran berpalang empat dan dihargai Rp35 ribu per unit, dan satu lagi jemuran ukuran kecil untuk dipasang di kamar mandi, dengan harga Rp20 ribu per unit.

"Tapi sekarang sudah mulai turun (pesenannya). Kalau dulu per hari mintanya 150 pcs. Sekarang tinggal 90 pcs. Kebanyakan yang jenis palang tiga dan palang empat. Kalau yang kecil, jarang (laku)," tukas Sopian.

Dengan berasumsi menggunakan harga termurah dari produk yang banyak dijual saja, yaitu Rp30 ribu per unit, dan dengan permintaan 90 pcs, maka per hari Sopian bisa mengantongi pendapatan sebesar Rp2,7 juta. Artinya, dalam sebulan, omzet Sopian hanya dari bisnis jemuran saja, bisa mencapai Rp81 juta.

Sablon

Tak hanya memproduksi jemuran, Sopian juga menggeluti bisnis sablon, yang bahkan bisa dianggap sebagai backbone dari keseluruhan omzet yang dikantonginya selama ini.

Seperti halnya jemuran, Sopian juga telah terikat kontrak jangka panjang dengan pemesan sablonnya, dengan produk yang dihasilkan berupa packing tempat kunci cakram motor Honda.

Yang menarik, klien pemesan produk sablonnya adalah perusahaan tempat Sopian dulu bekerja, sekaligus yang memPHKnya pada 2020 lalu.

"Ya biar pun sudah gak kerja di sana, silaturahmi sama teman-teman di sana alhamdulillah tetap baik. Saya suka tanya, ada peluang (bisnis) yang bisa digarap nggak? Sekali waktu mereka bilang kalau butuh untuk packing kunci itu. Pas saya lihat spesifikasinya, saya yakin bisa garap. Ya udah lah, hayuk (digarap)," papar Sopian.

Dan benar saja. Ribuan unit orderan didapat Sopian dari 'mantan' kantornya tersebut. Oleh perusahaan itu, produk sablon buatan Sopian disuplai kembali ke PT Astra Honda Motor (AHM), produsen motor Honda, untuk didistribusikan ke berbagai wilayah ke Indonesia.

Dengan coverage produk seluas itu, maka jangan heran bila Sopian bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp90 juta hingga Rp100 juta dalam sebulan, dari bisnis sablonnya tersebut.

"Persisnya, dari permintaan minimal dari sana (kliennya), itu nilainya Rp91 juta. Itu minimal, ya. Terus di luar itu kan kita juga terima orderan macem-macem dari yang lain. Mau kaos partai kek, packaging apa gitu. Selama masih bisa digarap, ya kenapa nggak. Hajar lah," tandas Sopian, sambil terkekeh.

Kupedes

Di tengah beragam lini bisnis yang digeluti, seperti juga para pengusaha pada umumnya, Sopian juga sempat mengalami kesulitan dalam hal permodalan. Hal tersebut lantaran bahan baku yang dibutuhkan, rata-rata hanya bisa dibeli dalam jumlah besar.

Karenanya, meski sempat bertahan dengan modal awal sebesar Rp25 juta dari uang pesangon yang didapat dari proses PHK, Sopian akhirnya merasa kesusahan juga untuk mengembangkan bisnisnya, seiring permodalan yang serba terbatas.

"Akhirnya di 2022, saya beranikan pinjam ke BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk) Rp200 juta. Langsung di-ACC karena bisnis kan sudah jalan. Terus produksi saya rata-rata juga sesuai permintaan, jadi nggak ada risiko nggak laku," urai Sopian.

Pinjaman sebesar Rp200 juta tersebut, dikatakan Sopian, didapat melalui program Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) BRI. Sopian pun semringah karena proses pengajuan pinjaman dirasakannya sangat mudah dan cepat, yaitu hanya membutuhkan waktu setengah hari saja.

Dengan kendala permodalan yang telah teratasi, kinerja produksi Sopian pun kembali lancar. Tak kurang dari empat lini bisnis utama Sopian, yaitu produksi jemuran, membuat produk acrilic, bisnis sablon, dan berjualan majun, berjalan makin lancar dan berkembang pesat.

Dengan pendapatan minimal sebesar Rp91 juta dari bisnis sablon dan Rp81 juta dari produksi jemuran, maka secara total pendapatan Sopian per bulan minimal mencapai Rp172 juta. Namun, seolah tak puas, Sopian tak berhenti mencoba ceruk bisnis baru, dengan mulai merintis produksi gypsum dinding.

Bisnis Baru

Berbekal dari pengalamannya makan di Restoran Padang Sederhana di Kedunghalang, Kota Bogor, Sopian mengaku tertarik pada hiasan dinding yang ada di rumah makan tersebut. Setelah diperhatikan, hiasan tersebut rupanya berbahan dasar PVC, dan diproduksi dengan mesin press, yang hanya bisa dilakukan oleh pabrik-pabrik besar.

Tak hilang akal, Sopian coba mengakalinya dengan memproduksi produk hiasan sejenis, namun berbahan dasar gypsum, yang menurutnya masih bisa diproduksi secara manual, dengan harga bahan baku yang tentu lebih murah.

Dengan 'jurus' andalannya, yaitu bertanya ke berbagai pihak, lalu juga belajar secara otodidak lewatr youtube, Sopian dalam setahun terakhir ini sudah bisa memproduksi dan menjual produk hiasan dinding gypsum dengan rata-rata sekitar 20-an meter persegi per bulannya.

Dengan harga jual sebesar Rp150 ribu per meter persegi, maka pendapatan Sopian dari bisnis gypsum ini baru sekitar Rp3 juta-an per bulan.

"Ya memang (pemasukan dari gypsum) belum banyak. Baru coba-coba. Yang penting kita mah, apa saja dicoba. Ada yang bisa digarap, hayuk digarap. Dan itu tadi, saya itu orangnya banyak tanya. Karena sadar bahwa ilmu saya terbatas, jadi ya jangan malu bertanya. Dan alhamdulillah, rezeki juga lancar dari sana (rajin bertanya)," pesan Sopian.

Dan benar saja yang dikatakan Sopian. Mengakhir perbincangan yang sudah berjalan cukup lama, Sopian secara khusus malah meminta waktu untuk balik bertanya kepada para awak media yang mewawancarainya.

Banyak hal yang ditanya oleh Sopian, mulai dari kekurangan-kekurangan dari bisnis Sopian menurut sudut pandang awak media, hingga tips dan trik yang bisa dipelajarinya, yang mungkin ditemui awak media dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) lain seperti dirinya, namun belum dilakukan olehnya.

"Kan, Abang-Abang ini banyak ketemu pelaku usaha, kira-kira apa gitu koreksi untuk saya? Lalu juga sekiranya peluang pengembangan yang bisa saya kerjakan. Sok atuh, info-info buat saya ke depan," tegas Sopian. 

Terus Berkembang

Kisah perjuangan, kreatifitas dan keuletan Sopian untuk bangkit dari mantan korban PHK COVID-19 menjadi pengusaha sukses semakin memperpanjang catatan keberhasilan Bank BRI dalam mendukung para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam mengembangkan bisnisnya.

Tak hanya melalui fasilitas pinjaman bersubsidi lewat program KUR, sumbangsih BRI dalam mendukung geliat sektor mikro juga dilakukan melalui pembiayaan komersial lewat produk Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).

Terus tumbuh kuat, kinerja kredit segmen mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI tercatat semakin baik pascapandemi. Adapun salah satu pendorong pertumbuhan kredit per kuartal III-2023 karena terdorong produk komersial Kupedes.

Sejak pasca pandemi, misalnya, kinerja pembiayaan via Kupedes terus mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.

"Ini menunjukkan bahwa UMKM kita itu secara bisnis sangat sehat. Daya bayarnya kuat. Sehingga relatif tidak terlalu sensitif soal bunga. Jadi mau pakai produk (pinjaman) komersial seperti Kupedes, juga tidak masalah," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, saat dihubungi, terpisah.

Justru, dengan adanya program pinjaman bersubsidi lewat KUR, Supari mengeklaim kerap kali kurang diminati oleh sebagian pelaku UMKM, karena memiliki plafon pinjaman maksimal yang relatif rendah.

Sedangkan, kebutuhan permodalan di kalangan pelaku UMKM dalam beberapa kasus tertentu, jauh lebih besar dibanding nominal pinjaman yang bisa diberikan melalui program KUR. Kasus serupa itulah yang juga dirasakan oleh Sopian, yang membutuhkan pinjaman permodalan hingga Rp200 juta, sehingga tidak mungkin untuk mengajukan kredit KUR.

"Jadi bagi sebagian mereka (pelaku UMKM), KUR kadang kurang besar (plafon pinjamannya), karena modal yang dibutuhkan lebih dari itu. Sehingga, mereka tidak masalah pakai Kupedes, meski secara bunga sedikit lebih tinggi, karena tidak ada subsidi dari pemerintah," tutur Supari.

Klaim Supari tersebut, terkonfirmasi, di antaranya oleh data penyaluran kredit BRI hingga September 2023 lalu. Dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, BRI mampu merealisasikan pengucuran total kredit mikro sebesar Rp479,9 triliun.

Dari total nominal sebesar itu, sebesar 60,1 persen di antaranya terkontribusikan dari produk Kupedes, yaitu dengan nilai realisasi pengucuran mencapai Rp201,4 triliun. Nilai tersebut juga terhitung tumbuh hingga 57,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi pengucuran Kupedes pada periode sama tahun sebelumnya.

"Jadi secara total bisnis mikro BRI, porsi Kupedes juga terus menguat, menggeser porsi KUR yang selama ini mendominasi. Dari semula hanya 29,56 persen, kontribusi Kupedes (terhadap total bisnis mikro BRI) kini sudah mencapai 41,96 persen," tegas Supari. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Advertisement
Advertisement