"Banyak nasabah atau calon nasabah yang wait and see. Karena situasi pemahaman masyarakat masih rendah. Lalu disuruh jual pakai digital, tidak mempan. Dia harus face to face. Jadi harus gunakan agen," tutur Togar.
Untuk itu, dia mengatakan penetrasi asuransi di Indonesia masih harus dilakukan melalui skema penjualan via agen secara tatap muka.
“Jadi penjualan melalui digital menurut kami mungkin belum efektif. Bukan saya bilang belum ada, sudah ada, tapi enggak efektif. Lebih efektif pun gunakan agen atau bancassurance. Tapi kalau operasional dan sebagainya, itu semua sudah digital. Itu efisien banget sih,” kata Togar.
Sekadar informasi, Dari perspektif konsumen, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK, literasi dan inklusi pada sektor asuransi masih di bawah level lembaga jasa keuangan yang lain.
Di samping itu, terdapat gap antara tingkat literasi pada sektor perasuransian pada tahun 2022 yang berada pada level 31,7% namun tingkat inklusinya pada level 16,6 persen.