sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mimpi Mantan Juru Bersih yang Tertuai dari Berdagang Siomay

Banking editor taufan sukma
14/04/2024 02:02 WIB
Tak perlu mewah, cukup dengan hidup secara layak, dengan punya waktu yang leluasa untuk istirahat dan bercengkerama dengan keluarga.
Mimpi Mantan Juru Bersih yang Tertuai dari Berdagang Siomay (foto: MNC Media)
Mimpi Mantan Juru Bersih yang Tertuai dari Berdagang Siomay (foto: MNC Media)

IDXChannel - Seneca, penulis drama asal Romawi yang hidup di awal abad pertama masehi, sudah berpesan bahwa "Non est astra mollis e terris via (Tak pernah ada cara mudah untuk mencapai bintang-bintang dari bumi)."

Petuah latin klasik tersebut seolah benar-benar menggambarkan perjuangan seorang Wasis Nur Iman, perantau asal Nganjuk yang sejak 1994 silam berniat meretas mimpinya dengan hijrah ke Ibu Kota, Jakarta.

"Dulu semangat banget (datang ke Jakarta), dapat kerjaan di bandara lagi, keren, biar kata cuma jadi tukang bersih-bersih (cleaning service)," ujar Wasis, saat ditemui di pool siomay miliknya, di kawasan Abadijaya, Kota Depok, beberapa waktu lalu.

Demi mewujudkan cita-citanya untuk hidup lebih baik di Ibu Kota, di sela kesibukannya Wasis juga menyempatkan diri mengikuti Program Kejar Paket C, dengan harapan agar lebih mudah mencari kerja.

Namun kemudian, krisis moneter yang terjadi pada 1998 benar-benar mengubah jalan hidup Wasis. Dengan harga barang kebutuhan yang semakin mahal, Wasis merasa menjadi pekerja tak akan pernah bisa membawanya menuju hidup yang lebih baik.

"Ya saya mikirnya, gaji ya segitu-gitu aja, padahal kita udah kerja keras gak keruan. Sedangkan harga-harga barang serba naik. Makanya jalan satu-satunya ya, (buka) usaha," tutur Wasis.

Semua Dicoba

Sejak saat itu, tepatnya pada 1998, Wasis memilih resign dari pekerjaannya sebagai cleaning service dan mencoba peruntungan menjadi penjual bakso malang, yang berjualan di kawasan Depok dan sekitarnya.

Tak hanya bakso malang, Wasis juga pernah mencoba berjualan bakso solo, pecel lele dan beragam aneka makanan lain. Sayang, di tengah semangatnya merintis usaha di Ibu Kota, Wasis terpaksa harus mengalami bencana, di mana tangan kanannya sempat tertimpa panci panas berisikan air mendidih, saat tengah bersiap untuk berangkat berjualan.

"Makanya ini tangan saya kan agak tremor gini. sempat gak ngapa-ngapain dua tahun, cuma rutin fisioterapi. Alhamdulillah mulai 2001 udah mendingan, bisa dipake kerja lagi," ungkap Wasis.

Sejak saat itu, beragam jenis usaha sempat dicoba oleh Wasis. Termasuk di antaranya berjualan mainan anak di depan sekolahan, yang kelak justru mempertemukan Wasis dengan pemilik Siomay Gondrong terdahulu.

Saat itu, di seberang tempat Wasis berjualan mainan, ada penjual Siomay Gondrong yang ikut mangkal dan berjualan di sana.

Tak lama berjualan bersama, Wasis akhirnya mendapatkan info bahwa bos dari penjual Siomay Gondrong tersebut tengah mencari karyawan untuk dapat dipercaya dalam mengelola keuangan.

"Saat itu Si Bos sampai sempat gonta-ganti karyawan, sampai 3-4 kali karena nggak cocok. Nah saya ditawarin. Karena kerjaannya bukan jualan, cuma mengelola keuangan, saya pikir ini lebih ringan kerjaannya. Jadi saya terima," urai Wasis.

Dipercaya

Sejak saat itu, Wasis pun bekerja 'ganda'. Pagi buta, dia membantu Sang Istri untuk menata lapak mainan di depan sekolahan. Selanjutnya, dia segera menuju pool Siomay Gondrong di daerah Abadijaya untuk mengawasi proses masak, sekaligus mangatur persiapan penjualan.

Berikutnya, menjelang siang, Wasis bertugas mencatat jumlah siomay yang dibawa masing-masing gerobak untuk bersiap berangkat berjualan. Saat itu, total ada empat armada gerobak yang bertugas berjualan di masing-masing titik yang telah ditentukan.

Selepas para penjual berangkat berjualan, Wasis akan segera bergegas ke sekolahan untuk membantu menutup lapak, dan mengantar Sang Istri pulang ke kontrakan untuk beristirahat.

Saat itu, selang beberapa bulan berjalan, omzet penjualan diklaim Wasis sedikit ada peningkatan. Hal tersebut membuat Si bos senang, dan menawari Wasis untuk mengelola keuangan secara keseluruhan.

"Jadi bukan cuma mencatat dagangan, tapi mengatur mulai dari belanja bahan, masak, sampai jualannya gimana. Termasuk pengadaan motor bekas untuk nambah (jumlah) yang dagang, juga di saya," papar Wasis.

Dengan tugas yang semakin besar dan menyeluruh, praktis waktu yang dihabiskan Wasis di pool siomay menjadi semakin banyak. Di lain pihak, Wasis juga tak tega untuk membiarkan istrinya berpanas-panas sendirian berjualan mainan di depan sekolah.

Bagi Wasis, mimpi utama yang membawanya hingga sampai hijrah ke Ibu Kota, adalah ingin bisa hidup enak dan layak, tanpa harus bermandi peluh dengan bekerja yang mengandalkan kekuatan fisik semata.

Tak perlu mewah, cukup dengan hidup secara layak, dengan punya waktu yang leluasa untuk istirahat dan bercengkerama dengan keluarga, bagi Wasis, itu sudah menjadi angan-angan yang sangat ingin diwujudkan.

"Termasuk juga untuk istri saya. Saya ingin dia nggak perlu ikut capek cari duit. Susah-susah dia saya minta dari orang tuanya untuk hidup bareng saya, jadi ya harus saya jaga betul. Karena gaji dari bos juga udah mulai lumayan, jadi saya suruh istri berhenti jualan mainan. Sudah di rumah saja," tandas Wasis.

Dibeli

Pertengahan 2014, Wasis ingat betul, saat itu kondisi kesehatan bosnya mulai terganggu. Terlebih, ada beberapa urusan keluarga yang membuat Sang Bos tak lagi bisa concern mengurus bisnis Siomay Gondrong miliknya.

Dengan melihat perkembangan usaha yang cukup signifikan sejak dipegang oleh Wasis, maka Sang Bos tersebut pun menawarinya untuk mengambil alih bisnis tersebut, dengan tawaran mahar sebesar Rp200 juta.

Uang sebanyak itu, sudah termasuk melanjutkan masa kontrak pool siomay di Abadijaya yang masih tersisa beberapa tahun, seluruh alat dan perabotan berikut semua armada gerobak untuk berjualan yang berjumlah 5 unit, serta hak atas merek dagang Siomay Gondrong.

"Saat pertama ditawarin, saya galau juga. Saya tahu bisnis ini potensinya besar. Semua titik penjualan aja, tren penjualannya selalu naik. Satu pun gak ada yang turun. Cuma kalau mau beli, duitnya dari mana?" keluh Wasis.

Akhirnya, dengan penuh perjuangan, Wasis memberanikan diri menjual seluruh perhiasan Sang Istri, seluruh aset yang dimiliki, serta mengumpulkan seluruh tabungan yang ada, sehingga terkumpul uang sebesar Rp100 juta.

Di lain pihak, pada saat yang sama, kakak perempuannya yang ada di Nganjuk saat itu meminta tolong Wasis untuk membelikannya mobil bekas, untuk digunakan sehari-hari di desanya tersebut. Oleh sang kakak, Wasis dipasrahi dana sebesar Rp100 juta.

"Saya mikir, nilainya kok pas banget? Jadi akhirnya saya bilang ke kakak saya untuk nggak usah beli mobil. Uangnya saya pinjam dengan janji kasih dia per bulan Rp2,5 juta. Bisa leluasa dia pake untuk sewa mobil kalau emang lagi butuh. Ternyata dia oke. Jadi alhamdulillah, akhirnya terbeli juga," kata Wasis, bangga.

Kredit BRI

Begitu kepemilikan berpindah tangan, Wasis pun tak mau terlena dan segera bergegas memutar otak untuk menggenjot pengembangan bisnisnya.

Wasis tak mau dana Rp200 juta yang dikeluarkannya hanya menjadi dana idle yang tak berarti apa-apa dalam pengembangan bisnis ke depan. Pun, Wasis juga punya tanggungan janji mengirimi sang kakak uang bulanan sebagai konsekuensi atas dana Rp100 juta yang ia pinjam.

Karenanya, Wasis langsung mengajukan pinjaman ke PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI, melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp25 juta.

"Jujur saya sangat terbantu banget dengan BRI. Kalau gak ada pinjaman dari BRI, mungkin bisnis ini gak akan sampai seperti sekarang. Mungkin masih gitu-gitu aja seperti dulu," tukas Wasis, berterima kasih.

Secara total, Wasis mengaku telah empat kali mengajukan fasilitas pinjaman ke BRI, dengan masing-masing periode memiliki tenor selama dua tahun. Pinjaman terakhir diajukan Wasis pada 2022 lalu, dengan nilai pinjaman sebesar Rp75 juta, melalui program Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).

Oleh Wasis, dana pinjaman dari BRI digunakan untuk berbagai macam kebutuhan pengembangan usaha. Mulai dari membeli motor bekas untuk menambah armada berjualan, menambah kapasitas produksi hingga membuka pool siomay baru di kawasan Sawangan.

Dengan beragam ekspansi tersebut, Wasis kini memiliki karyawan total sebanyak 25 orang. Lima orang bertugas memasak dan bersih-bersih di pool, sedangkan 20 karyawan yang lain berjualan, dengan titik penjualan tersebar di berbagai wilayah di Depok.

Menuai Mimpi

Dari volume bisnis sebesar itu, Wasis mengaku bisa mengantongi omzet sekitar Rp7 juta sampai Rp8 juta per hari. Sedangkan upah yang didapat oleh masing-masing karyawan beragam, mulai dari kisaran Rp400 ribu sampai Rp700 ribu per hari per orang.

"Tapi itu untuk (pool) yang di Depok. Untuk (pool) di Sawangan belum dihitung karena baru setahun buka. Masih istilahnya 'buang duit' doang, belum menghasilkan. Total saya sudah (berinvestasi) habis Rp200an juta lebih di sana, dan belum menghasilkan. Moga gak sampai tahun depan sudah (menghasilkan)," jelas Wasis.

Meski demikian, Wasis mengaku bahwa mulai didirikannya pool siomay di Sawangan tersebut merupakan salah satu dari sebagian mimpi yang secara perlahan dan bertahap mulai diwujudkannya satu demi satu.

Deretan mimpi dan harapan yang sejak dulu telah terbayang sejak pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, pada 1994 silam, diakui Wasis, sudah mulai dituainya bersama keluarga tercinta.

"(Pool) Sawangan itu memang mimpi saya untuk nyoba merintis yang bener-bener dari nol. Kalau yang di sini (pool Depok) ibarat fondasinya saya beli. Gak bangun sendiri. Lalu mimpi satu lagi, biar waktu nggak habis buat kerja, juga kejadian. (Bisnis) Ini saya mau tinggal mudik sebulan, dua bulan, tetap jalan. Duit juga tetap ada. Jadi ya alhamdulillah," tegas Wasis.

Dengan telah tertuainya sejumlah mimpi yang diharapkannya, Wasis pun kini mulai menata beragam mimpi lain, agar dapat mendorongnya untuk tetap bersemangat dalam berbisnis. Beberapa 'mimpi baru' tersebut, di antaranya, membuka pool baru di daerah Bintaro, mengembangkan usaha siomaynya ke Surabaya dan Batam, serta memiliki rumah sendiri.

"Ya biar nggak ngontrak terus. Terus juga mimpi terbesar saya, agar kelak saat sudah tua, saat saya dan istri sudah renta nggak bisa ngapa-ngapain, duit untuk kebutuhan hidup itu masih ada. Jadi jangan sampai ngerepotin anak, nyusahin orang lain. Bismillah, moga tercapai," tegas Wasis.

Terus Berkembang

Kisah perjuangan Wasis dalam mewujudkan mimpinya tersebut, seolah semakin memperpanjang catatan keberhasilan Bank BRI dalam mendukung para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam mengembangkan bisnis, sekaligus meningkatkan kualitas hidupnya ke arah yang lebih baik.

Tak hanya melalui fasilitas pinjaman bersubsidi lewat program KUR, sumbangsih BRI dalam mendukung geliat sektor mikro juga dilakukan melalui pembiayaan komersial lewat produk Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).

Terus tumbuh kuat, kinerja kredit segmen mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI tercatat semakin baik pascapandemi. Adapun salah satu pendorong pertumbuhan kredit per kuartal III-2023 karena terdorong produk komersial Kupedes.

Sejak pasca pandemi, misalnya, kinerja pembiayaan via Kupedes terus mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.

"Ini menunjukkan bahwa UMKM kita itu secara bisnis sangat sehat. Daya bayarnya kuat. Sehingga relatif tidak terlalu sensitif soal bunga. Jadi mau pakai produk (pinjaman) komersial seperti Kupedes, juga tidak masalah," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, saat dihubungi, terpisah.

Justru, dengan adanya program pinjaman bersubsidi lewat KUR, Supari mengeklaim kerap kali kurang diminati oleh sebagian pelaku UMKM, karena memiliki plafon pinjaman maksimal yang relatif rendah.

Sedangkan, kebutuhan permodalan di kalangan pelaku UMKM dalam beberapa kasus tertentu, jauh lebih besar dibanding nominal pinjaman yang bisa diberikan melalui program KUR. Kasus serupa itulah yang juga dirasakan oleh Sopian, yang membutuhkan pinjaman permodalan hingga Rp200 juta, sehingga tidak mungkin untuk mengajukan kredit KUR.

"Jadi bagi sebagian mereka (pelaku UMKM), KUR kadang kurang besar (plafon pinjamannya), karena modal yang dibutuhkan lebih dari itu. Sehingga, mereka tidak masalah pakai Kupedes, meski secara bunga sedikit lebih tinggi, karena tidak ada subsidi dari pemerintah," tutur Supari.

Klaim Supari tersebut, terkonfirmasi, di antaranya oleh data penyaluran kredit BRI hingga September 2023 lalu. Dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, BRI mampu merealisasikan pengucuran total kredit mikro sebesar Rp479,9 triliun.

Dari total nominal sebesar itu, sebesar 60,1 persen di antaranya terkontribusikan dari produk Kupedes, yaitu dengan nilai realisasi pengucuran mencapai Rp201,4 triliun. Nilai tersebut juga terhitung tumbuh hingga 57,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi pengucuran Kupedes pada periode sama tahun sebelumnya.

"Jadi secara total bisnis mikro BRI, porsi Kupedes juga terus menguat, menggeser porsi KUR yang selama ini mendominasi. Dari semula hanya 29,56 persen, kontribusi Kupedes (terhadap total bisnis mikro BRI) kini sudah mencapai 41,96 persen," tegas Supari. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Advertisement
Advertisement