IDXChannel - "No heart has ever suffered when it goes in search of its dream (tak ada hati yang pernah menderita ketika sedang mengejar mimpinya)."
Kalimat itu ditulis oleh sastrawan besar asal Brasil, Paulo Coelho, di satu halaman dalam novel masterpiecenya, The Alchemist.
Petuah tersebut, boleh jadi, tergambar dengan jelas pada kisah perjuangan Agus Murtini, seorang istri pensiunan TNI Angkatan Darat, yang bertekad untuk mengisi masa senjanya dengan berbagai kegiatan yang positif dan produktif.
"Pimpinan pasukan suami saya, saat perpisahan, juga menegaskan bahwa sebelum (pensiun) ini, waktu dan hidup telah kami abdikan untuk negara. Nah sekarang, waktunya kami untuk mencurahkan hidup untuk (kepentingan/kebahagiaan) kami sendiri," ujar Murtini, saat ditemui di kediamannya, di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Semangat Muda
Dengan pandangan tersebut, Murtini pun akhirnya terlecut untuk mulai menikmati hidup layaknya anak muda, namun tentunya dengan berbagai kegiatan produktif. Salah satunya dengan mulai merintis usaha sebagai seorang enterpreneur.
"Jadi saya nggak mau kalah (dengan generasi muda). Toh namanya startup kan bukan hanya milik anak muda saja. Biar pun anggap lah kita ini sudah berumur, tapi passionnya masih 'muda'. Masih semangat. Kita buktikan bahwa yang berumur gini, juga bisa merintis usaha dari nol, dan sukses," ujar Murtini, dengan optimistis.
Atas tekadnya itu, Murtini pun berinisiatif untuk merintis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan fokus pada kedelai dan beragam produk olahannya.
Usaha tersebut oleh Murtini diberi nama Rumah Kedelai Soya Ayu Pak Mien, yang merujuk pada nama Sang Suami, yaitu Dalimien.
Seperti halnya generasi muda yang gemar berinovasi, Murtini juga selalu berupaya memperbanyak varian produk olahan yang diproduksinya. Dengan semakin banyak varian produk yang ditawarkan, Murtini berharap dapat menggarap ceruk pasar yang lebih luas, guna mengembangkan bisnisnya.

"Produk utamanya adalah susu kedelai. Tapi di luar itu, saya juga berinovasi dengan memproduksi berbagai produk olahan kedelai lain, seperti keripik, peyek kulit kedelai, beragam kue kering dari tepung kedelai, anek sambal, kopyor, cream cheese, hingga ice cream dari susu kedelai," tutur Murtini.
Dan, seperti halnya semangat Murtini yang 'selalu muda', strategi penjualan yang dilakukan juga turut mengikuti tren kekinian, di mana produk olahan Rumah Kedelai Soya Ayu Pak Mien juga dipasarkan secara hybrid, baik secara offline maupun online.
QRIS BRI
Tak hanya dalam hal platform penjualan, dari sisi transaksi juga Murtini lebih mendorong konsumennya untuk dapat melakukan pembayaran secara non tunai.
Salah satunya melalui layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang diterbitkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI.
"Karena saya kan berjualannya di rumah. Kadang kita suka nggak ada uang receh untuk kembalian. Atau juga saya sedang produksi lalu ada pembeli, harus pegang uang segala, khawatir jadi kurang higienis," ungkap Murtini.
Dan gayung pun bersambut. Dari seluruh pembeli yang datang, hampir 70 persen sampai 80 persen di antaranya diklaim Murtini selalu melakukan pembayaran menggunakan QRIS.
Hal tersebut, dikatakan Murtini, karena bagi pembeli jauh lebih praktis. Terlebih kalau para pembeli yang datang merupakan rombongan, sehingga pembayaran biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif bersamaan.
"Jadi kan antre. Lalu yang pembeli sebelumnya kembaliannya tidak ada. Saya harus carikan dulu. Terus pembeli berikutnya sudah nggak sabar. Jadi kan repot. Nah kalau pake QRIS, mereka tinggal scan barcode, selesai. Saya pun tinggal cek notifikasi, beres," papar Murtini.

Berkembang Pesat
Dengan melihatnya perkembangannya sejauh ini, Murtini pun mengaku pada dasarnya tidak pernah membayangkan dirinya bersama suami yang semula merupakan 'abdi negara', kini telah bertransformasi menjadi seorang pengusaha.
Murtini berkisah, usaha Rumah Kedelai Pak Mien ini sendiri baru mulai dirintisnya sejak 2019 lalu. Bermula dari 250 gram kedelai, Murtini yang mengaku tidak suka kedelai, justru merasa terdorong untuk mencoba resep olahan susu kedelai yang enak dan bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat.
"Biasanya orang tidak suka susu kedelai karena aroma langunya itu. Jadi saya coba masak, lalu diicipi suami. Oh ternyata masih seret. Kita coba lagi, masih kurang creamy. Kita masak lagi. Gitu terus," ungkap Murtini.
Tak hanya suami, Murtini juga membagi tester olahan susu kedelainya ke tetangga dan kerabat dekat, agar bisa memberi masukan terkait rasa produk hasil olahannya tersebut.
Proses trial and error tersebut terus dijalani oleh Murtini dalam satu tahun awal bisnisnya dirintis. Secara perlahan, takaran gramasi dan komposisi resep yang ideal pun ditemukan.
Kandungan Gizi
Tak ingin hanya mengandalkan rasa, Murtini juga bertekad untuk dapat mendorong susu kedelai olahannya sebagai minuman yang kaya gizi dan terjaminan kehigienisannya.
Dengan demikian, Murtini berharap agar bisnisnya kelak tidak hanya sekadar mendatangkan cuan, namun sekaligus ladang berkah lantaran membawa kebaikan bagi para pelanggannya dari sisi kesehatan.

Selain itu, strategi untuk lebih menekankan kelebihan produk dari sisi kandungan dan manfaat secara kesehatan sengaja dipilih Murtini dengan mempertimbangkan bahwa sejak terjadinya pandemi COVID-19 pada 2020 lalu, tingkat kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan terbukti mengalami peningkatan cukup signifikan.
Sehingga, dengan memastikan kandungan gizi dan sisi manfaat produknya secara kesehatan, Murtini yakin hal itu bakal dapat memperkuat branding Rumah Kedelai Soya Ayu Pak Mien di pasar.
"Jadi saya kirim sampel produk ke laboratorium di Bandung. Lalu saya berkonsultasi dengan Prof Abdul Muin Adnan dari IPB (Institut Pertanian Bogor). Alhamdulillah, responsnya semua positif. Jadi selain enak, value dari sisi nutrisinya ini juga saya highlight dalam pemasaran," papar Murtini.
Tak Hanya Susu
Dengan segala dukungan dan data positif yang didapat tersebut, Murtini pun mulai memberanikan diri untuk menjual produknya pada awal 2020.
Sebelum melayani penjualan di rumah, Murtini juga mengawali bisnisnya dengan menitipkan produknya untuk dijual di sejumlah toko. Sebagian besar di antaranya merupakan jejaring toko yang ada dalam kompleks kampus ITB.
Seiring berjalannya waktu, secara bertahap Murtini juga mengembangkan produk susu kedelai buatannya dari semula hanya satu pilihan rasa original menjadi 14 varian rasa dan kandungan.
Tak berhenti sampai di situ, Murtini juga memperluas varian produk olahan kedelainya dengan tidak hanya berhenti pada susu kedelai saja.
"Total olahan kami sekarang sudah ada 34 produk, dan semuanya alhamdulillah sudah terverifikasi halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia)," tandas Murtini.

KUR-BRILian
Dengan perkembangan bisnisnya yang cukup progresif, tak heran bila bisnis Rumah Kedelai Pak Mien yang digagas kemudian dilirik oleh kalangan perbankan sebagai sasaran nasabah pembiayaan.
Salah satunya adalah tawaran dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), di mana Murtini diberikan fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan pagu sebesar Rp20 juta.
"Sebenarnya dari pimpinan BRI-nya saya disuruh ambil (kredit) lebih, karena nominal Rp20 juta dirasa terlalu kecil untuk pengembangan bisnis," ujar Murtini.
Namun, Murtini memilih bergeming. Wanita kelahiran Solo tersebut kukuh berkeyakinan bahwa kredit yang dia ajukan cukup Rp20 juta saja, karena dirasanya sudah cukup baginya untuk mengembangkan usaha.
"Biar saya kembangkan dulu usahanya. Saya upgrade dulu produknya. Nanti kalau memang sudah upgrade, bisa ditambah lagi (kreditnya). Kalau (kredit) langsung besar, khawatirnya malah nggak efisien," tegas Murtini.
Tak hanya berupa KUR, bantuan pengembangan bisnis dari BRI juga dirasakan Murtini lewat pelaksanaan Program Pembinaan Desa BRILian. Program ini merupakan fasilitas pendampingan plus dana hibah yang sengaja diberikan BRI untuk mendukung pengembangan UMKM dalam ekosistem desa.
Bersama para pelaku UMKM dan kelompok-kelompok tani di daerahnya, Murtini menghimpun diri di bawah naungan Desa Wisata Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
"Pertama kali penawaran datang dari BRI pada 2020. Pasca pandemi. Saat itu seluruh unsur desa dilibatkan, mulai dari perwakilan aparatur desa, pelaku UMKM, kelompok-kelompok kegiatan masyarakat, tokoh masyarakat sampai pengurus BUMDes(Badan Usaha Milik Desa)nya juga turut serta," ujar Ketua Unit Desa Wisata Benteng, Wahyu Syarif Hidayat, dalam kesempatan terpisah.

Saat itu, menurut Wahyu, masing-masing unsur desa tersebut mendapatkan pendampingan secara khusus dari pihak BRI, sesuai dengan peran masing-masing dalam ekosistem desa wisata.
Materi pendampingan yang diberikan disampaikan oleh akademisi akademisi Universitas Padjadjaran, terkait manajemen dan tata kelola desa wisata. Pemberian materi disampaikan secara daring di setiap hari kerja selama tiga bulan nonstop.
"Dari sana kami benar-benar tercerahkan, tentang bagaimana mengelola desa wisata secara baik dan maksimal. UMKM dan kelompok tani juga benar-benar dapat insight tentang pengembangan bisnisnya," tutur Wahyu.
Dana Hibah
Tak hanya materi pendampingan, Wahyu menjelaskan, BRI secara khusus memberikan dana hibah untuk masing-masing desa dampingan sebesar Rp1 miliar, yang akan dicairkan berdasarkan Rancangan Anggaran dan Biaya (RAB) yang telah diajukan.
"Jadi RAB kami susun secara bottom up. Dari masing-masing UMKM dan kelompok tani, kebutuhannya apa saja. Dari pengurus juga butuh buat apa saja. Kami susun bersama, dan lalu ajukan ke BRI untuk pengajuan," papar Wahyu.
Selain itu, para pelaku UMKM dan kelompok tani juga mendapat keuntungan lebih dengan kerap dilibatkan dalam setiap kegiatan pemasaran BRi, seperti bazar, pameran UKM, Pesta Rakyat dan semacamnya.
Dari seluruh UMKM di bawah naungan Desa Wisata Benteng, diakui Wahyu bahwa Murtini termasuk yang rajin dan sigap untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
"Bu Murtini orangnya cekatan. Misal kita info ada event gitu, pameran, bazar, selalu rajin ikut. Mau event dari BRI, dari Dinas (Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor), pasti ikut. Bahkan bila undangannya mendadak, Bu Murtini pasti usahakan untuk berpartisipasi," tutur Wahyu.
Karenanya, dari sekian banyak UMKM dan destinasi di bawah naungan Desa Wisata Benteng, Rumah Kedelai Pak Mien milik Murtini cukup menjadi favorit bagi wisatawan yang berkunjung.
Selain Rumah Kedelai Pak Mien milik Murtini, di Desa Wisata Benteng juga tersedia banyak lagi destinasi menarik, seperti kelompok tani membudidaya tanaman hidroponik, budidaya jambu kristal, budidaya dan olahan makanan berbahan dasar singkong (casava), bank sampah, sampai perajin batik ciwitan dan ecoprint.
Untuk setiap rombongan wisatawan yang datang berkunjung, pihak pengelola Desa Wisata Benteng memasang tarif Rp250 ribu untuk tiga pilihan destinasi yang dikunjungi. Atau, paket Rp300 ribu bila rombongan berminat merasakan wisata river tubing di sungai yang ada di RW 3, Desa Benteng.
Setiap bulan, Wahyu mengeklaim ada sedikitnya tiga hingga lima rombongan wisatawan yang datang berkunjung ke Desa Wisata Benteng, dengan rata-rata jumlah wisatawan minimal sekitar 10 sampai 15 orang.
Namun, dikatakan Wahyu, tak jarang juga rombongan yang datang merupakan rombongan dari perusahaan atau sekolah, sehingga wisatawan yang tercatat mencapai puluhan hingga ratusan orang.
"Nantinya, setiap destinasi yang dikunjungi mendapatkan Rp10 ribu per wisatawan yang datang. Jadi misal satu rombongan datang 60 orang, maka UMKM yang dikunjungi dapat Rp600 ribu dari tarif desa wisata," ungkap Wahyu.

Pemasukan tersebut belum termasuk dengan keseluruhan transaksi yang dilakukan rombongan di destinasi yang dikunjungi. Dikatakan Wahyu, seluruh transaksi tersebut menjadi hak sepenuhnya dari UMKM yang dikunjungi.
"Kami sama sekali tidak pungut lagi. Dan biasanya di satu destinasi, rombongan (wisatawan) bisa belanja minimal Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Itu full haknya UMKM yang dikunjungi," tegas Wahyu. (TSA).