“Menurut saya, pemerintah (Kemenkes) ini membuka ruang dan kran selebar-lebarnya untuk rokok ilegal. Padahal, ini yang harus dipikirkan,” ujarnya.
Secara terpisah, Pakar Hukum dari Universitas Trisakti, Ali Ridho, menegaskan bahwa industri tembakau dan ekosistemnya legal dan konstitusional sehingga harus mendapatkan perlindungan secara hukum dari negara.
Bahkan, terdapat setidaknya 11 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap ekosistem pertembakauan, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung. Sebanyak enam putusan di antaranya adalah putusan langsung yang menyebutkan bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal.
“Ekosistem pertembakauan adalah konstitusional yang harus dilindungi,” ungkap Ali.
Maka segala peraturan yang muncul kemudian, lanjut Ali, tidak boleh terlepas dari putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Meski begitu, khusus untuk RPP Kesehatan, semestinya juga tidak mencakup pengaturan terhadap produk tembakau, sebab tidak diperintahkan oleh payung hukumnya yaitu UU Kesehatan. Ia menyampaikan, aturan soal tembakau diamanatkan untuk diatur pada Peraturan Pemerintah tersendiri, bukan digabung.
Bunyi pasal 152 UU Kesehatan ayat (1) berbunyi: ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pada ayat (2) berbunyi: ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
”Berpijak pada dasar hukum tersebut, seharusnya aturan turunan Pasal 152 UU No. 17/2023 harus diatur dalam PP tersendiri, bukan digabung dalam satu PP yang mengatur banyak materi muatan,” kata dia.
(FRI)