Ia menambahkan, permasalah seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, namun pernah juga terjadi polemik pada lembaga amal di negara Inggris.
"Permasalahan yang seperti ini bukan khas Indonesia, bukan khas filantropi islam, bukan khas ACT, di Inggris beberapa waktu yang lalu juga terjadi hal yang sama, setiap satu pounds yang disalurkan ternyata ada sekian persen hingga bahkan 70 persennya itu dipergunakan untuk kepengurusan kelembagaan dan pengurus dari lembaga tersebut," terangnya.
Ia mengungkapkan hal itu terus menjadi polemik terutama terkait etika, karena orang yang memberikan bantuan menginginkan apa yang ia berikan dipergunakan sepenuhnya untuk program yang dikampanyekan.
(NDA)