IDXChannel - Ekonom senior Faisal Basri menyebutkan bahwa negara rugi ratusan triliun dari sektor pertambangan dalam lima tahun terakhir. Hal ini karena ada potensi kerugian dari pajak ekspor dan pajak penghasilan badan.
Faisal mengatakan, pemerintah telah menerapkan larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak ada ekspor untuk komoditas dengan kode HS 2604 di tahun 2020. Namun berdasarkan data General Customs Administration of China mencatat bahwa masih ada 3,4 juta ton impor komoditas HS 2604 dari Indonesia.
Nilai impor tersebut mencapai USD193,6 juta atau sekitar Rp2,8 triliun dengan rata-rata nilai tukar JISDOR 2020 senilai Rp14.577 per dolar AS.
"Gampang sebetulnya melacaknya. Hitung saja produksi smelter berapa, kemudian kebutuhan normal berapa, lebih banyak enggak dia beli untuk proses produksi atau jangan-jangan ada sebagian yang dijual ke luar," ujarnya dalam webinar yang bertajuk Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan, Selasa (12/10/2021).
Menurut dia, pada tahun 2018, China mengimpor nikel dari Indonesia senilai USD2,9 miliar. Namun data ekspor yang tercatat di Indonesia hanya sebesar USD2,6 miliar. Terdapat selisih sekitar USD300 juta yang tidak tercatat pada ekspor Indonesia.