sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Adang Kampanye Negatif Nikel, Pelaku Usaha Serukan Terus Tingkatkan Nilai Tambah Mineral

Economics editor Yanto Kusdiantono
15/05/2025 12:35 WIB
APNI menilai, kampanye negatif seperti dirty nickel tidak adil. Sebab, yang tengah melakukan hilirisasi bukan saja nikel tetapi juga industri manufaktur lain.
Adang Kampanye Negatif Nikel, Pelaku Usaha Serukan Terus Tingkatkan Nilai Tambah Mineral. (Foto Istimewa)
Adang Kampanye Negatif Nikel, Pelaku Usaha Serukan Terus Tingkatkan Nilai Tambah Mineral. (Foto Istimewa)

Dia melihat, larangan ekspor itu menimbulkan gejolak dan ancaman pada rantai pasok nikel di dunia. Alhasil, banyak upaya mengagalkan hilirisasi mineral yang ditempuh oleh Indonesia.

Maka itu, Indonesia perlu membentuk tim dari Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri.

“Saya kira ini memang perang dagang, kita tidak bisa keras-kerasan juga. Harus negosiasi, agar tidak merugikan hilirisasi nikel kita yang notabennya untuk green industri EV,” kata dia.

Redi mempertanyakan, jika langkah Indonesia dianggap salah melarang ekspor nikel, bagaimana dengan Filipina yang juga akan melarang ekspor nikel? Filipina diketahui meniru Indonesia untuk melakukan hilirisasi nikel dengan mengadopsi UU Minerba.

“Jadi, Filipina mengadopsi UU Minerba kita, dia akan larang ekspor nikel Juni 2025. Saya kira kalau nomor 1 (Indonesia) dan 2 (Filipina) punya aturan larangan ekspor nikel tentu akan tambah gejolak pada perdagangan nikel dunia. Mereka (Amerika dan Eropa) gak mungkin beli bijih nikel dari Rusia,” kata Redi.

Dia juga menyarankan, Indonesia dan Filipina harus membuat kesepakatan dagang atau aliansi soal mineral. Atau, bahkan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN agar bisa menangkal ancaman-ancaman dagang dari Eropa.

Sementara di sisi lain, pelaku usaha harus terus menjalankan hilirisasi dengan patuh pada good mining practice.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3 4 5 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement