“Jadi tidak pantas kalau anggaran yang besar tersebut diajukan dalam jumlah yang sangat besar dan menguras anggaran sosial, pendidikan, kesehatan, daerah dan sebagainya,”paparnya.
Sebagai informasi, pada tahun 2019 utang yang diputuskan APBN mencapai Rp921,5 triliun. Keperluan utang tersebut guna membayar bunga, pokok dan sisanya untuk menambal kebutuhan defisit.
Selanjutnya, tahun 2020 rencana utang ingin ditekan menjadi Rp651,1 triliun dengan motif agar wajah APBN kelihatan apik. Namun kenyataannya, Indonesia terancam pandemi Covid-19 sehingga mengharuskan utang tahun 2020 dinaikkan pesat menjadi Rp1.226 triliun.
“Perubahan-perubahan seperti ini mencerminkan perilaku labil dan semau gue dari penguasa, obrak-abrik merusak APBN, dan cerminan DPR yang telat mikir dan lemah kuasa,” jelas Didik.
Terkait hal tersebut, tahun 2022 DPR tidak memiliki hak budget kembali sesuai Perpu dan Undang-undang sehingga tidak bisa mengubah angka satu rupiah pun dari yang sudah diusulkan pemerintah.