“Adanya pembatasan mobilitas mereka kehilangan hak atas hari libur. Sementara beban kerja mereka itu makin bertambah. Misal, seluruh anggota keluarga majikannya ternyata juga menjalani WFH. Artinya, banyak request yang harus mereka terima dari keluarga majikan,” jelas dia.
Di sisi lain, dia menuturkan, pekerja kontrak yang paling terdampak adalah pekerja migran yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal pesiar karena hampir 95% pekerja tersebut dipulangkan.
Selain itu, berdasarkan data BP2MI tahun 2020 menyatakan bahwa sekitar 40.000 pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai ABK kapal pesiar harus pulang ke kampung halaman. (IND)