Selain itu, APBI juga menekankan, pelemahan harga batu bara internasional, disertai kenaikan biaya produksi dan logistik, menuntut kebijakan yang lebih adaptif, terukur, dan mampu menjaga kesinambungan investasi jangka panjang.
“Sinkronisasi kebijakan strategis pemerintah ini akan menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan operasi dan daya saing pelaku usaha,” katanya.
Priyadi juga menyampaikan, APBI–ICMA memahami dan mendukung tujuan pemerintah untuk mengurangi impor solar. Namun, mekanisme implementasi B40 perlu dikaji lebih dalam untuk sektor tambang, karena karakter operasi setiap komoditas dan wilayah berbeda, mulai dari variasi stripping ratio, jarak dan rute hauling, hingga kondisi infrastruktur yang memengaruhi struktur biaya produksi.
“Hilangnya subsidi untuk non-PSO semakin menekan arus kas, sehingga tambahan beban biaya operasional sangat memengaruhi ketahanan usaha di tengah fluktuasi harga komoditas,” katanya.
Sementara itu, Sekjen APBI Haryanto Damanik menambahkan, industri tambang mendukung transisi energi, namun penahapan yang realistis mutlak diperlukan.
Sebelum melangkah ke B50, kata dia, pemerintah perlu memastikan implementasi B40 berjalan stabil dengan skema kompensasi yang proporsional, agar industri mampu beradaptasi tanpa kehilangan daya saing. Hal ini diperlukan agar untuk mendukung keberlangsungan produksi serta penerimaan negara yang tetap optimal.
(Dhera Arizona)