IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyayangkan lahirnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Para pengusaha menilai formulasi upah pada peraturan tersebut memberatkan.
"Kami sangat menyayangkan lahirnya permenaker itu dengan formula penghitungan upah yang baru. Hal ini mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan dengan demikian tidak ada juga kepastian usaha, " kata Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik, Sabtu (19/11/2022).
Dalam kondisi Indonesia menghadapi resesi global di tahun 2023, dimana kemungkinan akan berimplikasi pada industri berorientasi ekspor, hasil terhitung UMP dan UMK 2023 dengan formula baru akan benar-benar membuat industri di Indonesia, khususnya Jawa Barat, akan mengalami periode paling sulit. Bahkan lebih sulit dari masa Covid-19.
Dia khawatir dan prihatin dengan keadaan ini karena hal ini membuat semakin terpuruknya dunia yang baru mulai recovery akibat pandemic Covid-19. Apalagi menghadapi ancaman resesi global. Saat ini ditambah pergantian sistem pengupahan yang lebih memberatkan dunia usaha. Apindo menganggap, mereka dihadapkan pada pilihan yang sangat berat, yaitu pengurangan pekerja atau Tutup Usaha.
"Apindo tetap menginginkan diberlakukannya PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan, " tegas dia.
Permenaker tersebut, lanjut Ning, juga menunjukkan adanya hierarki peraturan yang dilanggar, Permenaker melawan PP. Dia menilai, bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan dibawahnya.
Terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini juga telah melanggar hasil keputusan MK. Dimana dinyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hingga dua tahun.
Menurut Ning, prinsip UMK yang merupakan upah sebagai safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya untuk mengurangi disparitas yang besar antara Kabupaten/Kota, menjadi terlanggar karena hasil simulasi dengan rumus/formula yang baru. Ini menunjukkan bahwa daerah yang
Sebelumnya sudah memiliki UMK melebihi ambang batas atas, seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan. Sementara UMK rendah, seperti Kabupaten Ciamis, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Pangandaran dan seterusnya.
"Setelah tercabik Covid-19, mengalami goncangan turunnya order orientasi ekspor akibat krisis global, membanjirnya barang – barang impor yang membuat pasar domestic semakin sempit untuk produk lokal, maka hampir bisa dipastikan pengurangan pekerja secara massive akan terus terjadi, " katanya.
(SLF)