Melihat kondisi ini, ia mendorong pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk bisa melihat potensi-potensi lahan dari Aceh sampai Papua. Sebab menurutnya, lahan di sana bisa dioptimalkan melalui penelitian-penelitian yang sekiranya bisa menghasilkan varietas-varietas seperti di luar negeri.
"Kebutuhannya 315 ribu ton per tahun untuk memenuhi industri sementara hasil produksi hanya 190 ribu ton per tahun. Jadi masih ada selisih 125 ribu ton," ungkap Agus.
"Untuk memenuhi ini tidak bisa singkat karena ada musim tanam, musim panen, dan masa produksi. Di situlah fungsi Kementerian Pertanian untuk bisa melihat karakteristik tanah di luar negeri yang sekiranya beberapa varietas yang nggak bisa ditanam di Indonesia bisa dilakukan penelitian. Kita punya lahan luas dari Aceh sampai Papua. Ini sebenarnya tergantung bagaimana keberpihakan pemerintah terhadap industri hasil tembakau aja seperti apa," tandasnya.
Terkait kualitas produksi rokok kretek, Agus menilai, lebih bagus bahan bakunya dari Indonesia. Bahwasannya dalam satu batang rokok itu memang harus dicampur dengan beberapa bahan varietas tembakau.
"Urusan kualitas yang digunakan untuk produksi rokok kretek tidak ada duanya karena kalau melihat sejarah kan dulu Belanda yang mengenalkan tembakau Indonesia harusnya bisa lebih paham itu," terangnya.