Melonjaknya harga minyak mentah setelah invasi Rusia ke Ukraina memungkinkan kerajaan untuk membukukan surplus anggaran pertamanya pada 2022 setelah sembilan tahun mengalami defisit. Meroketnya harga minyak mentah juga memberikan kekuatan finansial Arab Saudi untuk membangun ekonominya.
"Tidak ada kata terlambat untuk sektor yang memulai dari nol di Arab Saudi. Pariwisata, budaya, olahraga, dan hiburan, mereka akan membawa kekayaan diversifikasi," kata Al-Ibrahim.
"Namun kami juga peduli dengan sektor lain, seperti pertambangan dan industri, agar lebih kompetitif,” tambahnya.
Arab Saudi berharap dapat membangun momentum dari lawatan Presiden China Xi Jinping ke Riyadh pada bulan lalu. Kedua negara menandatangani sejumlah kesepakatan di berbagai bidang, termasuk energi dan infrastruktur, yang bernilai miliaran dolar.
"Ini bukan mengiklankan atau memamerkan, orang-orang sangat tertarik dengan kisah pertumbuhan Saudi," kata Al-Ibrahim. Ia mengatakan Saudi berhasil membukukan ekspansi pertumbuhan ekonominya sebesar 8,5 persen dalam PDB tahun lalu. Padahal saat itu ekonomi dunia sedang berjuang untuk kembali stabil.
Dan di Davos pada Selasa (17/1), pejabat Saudi mengumumkan inisiatif bersama dengan penyelenggara forum Davos untuk mempercepat inovasi teknologi tinggi di negara tersebut melalui realitas virtual metaverse.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah mendorong Saudi untuk menjadi terbuka terhadap investor asing. Ia juga melakukan reformasi ekonomi dan sosial, meskipun para kritikus mengecam tindakan kerasnya terhadap para pembangkang dan dan aksi pembunuhan kritikus Jamal Khashoggi di dalam konsulat kerajaan di Istanbul pada Oktober 2018.
"Kami telah membuka lebih banyak dari sebelumnya dan itu memungkinkan orang melihat," kata Al-Ibrahim.
(DKH)