Menurut Hendra, investor akan melihat keberlanjutan dari proyek gasifikasi di masa mendatang. Pelaku industri di Indonesia dinilai harus menawarkan hasil yang atraktif untuk mendapatkan investasi di tengah-tengah ekonomi dunia yang masih belum stabil.
“Pemerintah memang berencana untuk menggunakan gasifikasi sebagai substitusi impor LPG. Tapi berarti harga jualnya harus kompetitif dengan LPG, apalagi gas selama ini merupakan komoditas yang volatile. Nah investor melihat keberlanjutan tersebut,” jelas dia.
Terakhir, tantangan yang dihadapi adalah kesediaan teknologi dan ahli-ahli dalam bidang gasifikasi batu bara di Indonesia. Menurutnya, proyek ini sebagai suatu hal yang baru, bahkan hanya China satu-satunya negara di dunia yang mengembangkannya.
“Bahkan Amerika Serikat perlahan mulai meninggalkan batu bara karena pendanaan yang sulit. Kalau Australia sebagai negara dengan produksi batu bara terbesar juga belum memiliki visi ke sana. Tentu kami menyambut baik visi Indonesia untuk menjadi pioneer, tapi ini diikuti dengan sejumlah tantangan,” pungkasnya.
Walaupun demikian, Hendra dan pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung produksi batu bara secara termal dan proyek gasifikasi. Ia pun berharap pemerintah bisa terus memberikan dukungan kepada proyek tersebut.
(YNA)