Perjanjian ini dirancang untuk membuat manfaat perdagangan lebih mudah diakses, meningkatkan akses pasar bagi pelaku usaha kecil, menyederhanakan prosedur non-tarif, dan menurunkan hambatan regulasi.
Perdagangan dua arah ASEAN-China telah melonjak dari USD235,5 miliar pada 2010 menjadi hampir USD1 triliun tahun lalu.
“Unilateralisme dan proteksionisme telah berdampak serius pada tatanan ekonomi dan perdagangan global, sementara kekuatan eksternal meningkatkan campur tangan mereka di kawasan ini — banyak negara telah dikenakan tarif tinggi secara tidak wajar,” ujar Li Qiang dalam acara tersebut, merujuk kepada kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
“Dengan saling mengandalkan dan mengoordinasikan tindakan kita, kita dapat melindungi hak dan kepentingan kita yang sah," tuturnya.
Analis politik Asia Tenggara Bridget Welsh mengatakan, peningkatan kesepakatan dagang ini akan menguntungkan kedua belah pihak, terutama di bidang rantai pasokan dan keberlanjutan.