Proses pendataan terhadap peserta jasa konstruksi ini sudah melanggar UU no. 40 tahun 2004 tentang SJSN yang mengamanatkan proses pendaftaran.
"Bicara pendaftaran maka harus jelas siapa nama, alamat, keluarga dan data lainnya yang didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Faktanya data tersebut tidak ada, dan ini artinya anak-anak dari pekerja konstruksi yang meninggal atau mengalami cacat total akibat kecelakaan kerja tidak akan dapat beasiswa atau manfaat lainnya yang memang diberikan kepada ahli waris," ungkap dia.
Timboel mengatakan, pendaftaran peserta jasa konstruksi ini sudah lama terjadi tanpa ada semangat memperbaikinya dari BPJSTK. Perbaikan ini pun pernah diminta Kementerian Ketenagakerjaan namun hingga saat ini proses pendaftaran tidak berubah, masih seperti yang dulu.
Proses pendataan peserta jasa konstruksi harus diperbaiki oleh BPJSTK sehingga semua manfaat yang diamanatkan PP 82/2019 junto PP no. 44/2015 juga bisa dirasakan oleh ahli waris peserta. "Semoga Direksi BPJSTK yang baru memperbaiki proses pendaftaran bagi peserta jasa kontruksi dan segera mendata ulang peserta jasa konstruksi yang ada dengan data yang lebih detail lagi," pungkasnya. (TYO)