IDXChannel - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan tidak ada kenaikan tarif KRL di 2023. Namun, orang kaya harus membayar tarif yang seharusnya untuk naik KRL, sedangkan masyarakat kelas bawah tetap mendapatkan subsidi tarif.
Menanggapi adanya rencana pembedaan tarif tersebut, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno menilai, kebijakan tersebut sudah direncanakan sejak 2018. Hal itu merupakan salah satu opsi dari tidak menaikkan tarif angkutan KRL.
Dia menilai, kebijakan subsudi tepat guna tersebut merupakan kebijakan yang tepat dilakukan pemerintah untuk mendukung transportasi merata dengan mengalihkan subsidi tersebut ke angkutan pendukung lainnya maupun ke daerah-daerah yang belum terjangkau angkutan umum.
Djoko menyarankan untuk tidak ada pemberian subsidi pada Sabtu dan Minggu atau diperkecil terhadap pemberian subsidinya. Sehingga subsidi tersebut dapat dialihkan ke lainnya.
"Nantinya uang tersebut akan dialihkan untuk subsidi angkutan angkutan last mile. Karena ongkos mereka itu dari rumah mereka yang tidak ada angkutan umum ke stasiun masih mahal. Dan itu diberikan subsidi sehingga mereka tidak perlu membawa kendaraan lagi ke stasiun," katanya, Rabu (28/12/2022).
Terkait dengan penerapannya, Djoko mengungkapkan, cara membedakannya adalah dengan menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang sudah ada maupun dengan e-KTP.
"Sekarang pakai data yang ada saja tidak apa-apa. Jika ada kesalahan pemberian subsidi. Kalau tunggu bagusnya data di Indonesia itu enggak bakal selesai, karena sekarang kan juga sudah terhubung dengan dukcapil dari e-ktp-nya sendiri dan itu sudah lebih mudah sekarang," jelasnya.
"Nanti yang mau verifikasi miskin tidaknya itu orang sekitarnya. Kok kamu mampu tapi minta keringanan terhadap pemerintah. Nanti dia juga malu," sambung Djoko.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, rencana pembedaan tarif bagi penumpang KRL merupakan kebijakan tersebut tidak sinkron dengan upaya mengurangi jumlah kendaraan bermotor di Indonesia.
"Jai orang kaya didorong untuk punya kendaraan pribadi sebanyak-banyaknya dan itu jadi penyebab utama kemacetan," ujarnya.
"Jadi pola konsumsi transportasi itu harus diarahkan dan kalau sekarang kondisinya justru ada penyesuaian subsidi atau pembatasan subsidi pada transportasi publik. Ya ini kan artinya tidak menyelesaikan permasalahan," terangnya.
Bhima menilai, seharusnya pemerintah memberikan subsidi lebih terhadap angkutan transportasi publik, baik untuk masyarakat bawah maupun masyarakat atas.
"Seharusnya angkutan transportasi publik itu subsidinya semakin ditambah kalau bisa ada di diskon bagi seluruh golongan masyarakat. Mau dia orang kaya, dia kelas menengah, dia orang miskin untuk beralih kepada transportasi publik termasuk KRL," paparnya.
"Nah itu yang dilakukan di banyak negara di Spanyol, Jerman ada diskon yang sangat besar untuk beralih kepada transportasi publik itu yang harusnya digunakan," pungkas Bhima.
(FAY)