Meskipun perekonomian Indonesia saat ini lebih besar daripada sebelumnya, seperti banyak negara lain, belum pulih sepenuhnya ke trajektori pada masa sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan scarring effects dari pandemi ini, termasuk pada pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.
Bank Dunia menyebut, prospek ekonomi secara keseluruhan menghadapi berbagai risiko negatif, terutama yang dapat berasal dari luar Indonesia, yaitu suku bunga yang lebih tinggi untuk periode yang lebih panjang di negara-negara besar dapat membebani permintaan global, meningkatkan biaya pinjaman, dan mempersulit peminjaman di pasar dunia.
Ketidakpastian geopolitik global dapat mengganggu rantai nilai pasokan.
“Indonesia memiliki rekam jejak dalam mengatasi guncangan dan menjaga stabilitas ekonomi,” kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (13/12).
Kahkonen mengaku, tantangan bagi Indonesia adalah memanfaatkan fundamental ekonomi yang sudah kuat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, lebih hijau, dan lebih inklusif.
"Untuk dapat mewujudkannya, adalah penting untuk terus menjalankan reformasi yang menghilangkan berbagai hambatan yang membatasi pertumbuhan efisiensi, daya saing, dan produktivitas," ujarnya.
"Hal ini akan memungkinkan Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik, serta mencapai visinya menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045,” Kahkonen menambahkan.
Bagian khusus dari laporan Bank Dunia ini memberikan saran bagaimana Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat ketahanan sekaligus memperlambat emisi gas rumah kaca.